JAKARTA, SUARADEWAN.com – Pasca bergulirnya aksi 4 November 2016 (Aksi Bela Islam II atau 411) menyisakan banyak kontroversi seputar motif aksi yang mengusung isu agama ini. Satu-satunya pertanyaan besar yang kerap dilontarkan atas demonstrasi terbesar setelah 1998 ini, yakni benarkah aksi Bela Islam itu murni membela Islam atau penuh dengan muatan politis, intrik, dan kepentingan?
Artikel berjudul “Aktor dan Isu dalam Aksi 411” sedikit banyak menjawab pertanyaan besar di atas. Ditulis oleh Syarif Arifin, artikel ini memaparkan sejumlah aktor yang tidak hanya dari kalangan Ormas Islam, melainkan juga dari tokoh-tokoh politik, seperti Rachmawati Soekarno Putri (partai Gerindra) dan Fahira Idris (Anggota DPD RI).
Sejumlah upaya pembentukan narasi yang cenderung mistifikatif pun juga diperlihatkan. Mulai dari majelis taklim sampai penyebarannya ke media sosial. Alhasil, kawasan Monas dan HI pun, di hari 411, bagai lautan manusia tak bertepi.
Guna lebih memperdalam lagi tentang jawaban atas pertanyaan di atas, seorang peniliti dari Indonesia Public Institute Karyono Wibowo juga angkat bicara. Baginya, aksi “Bela Islam” tersebut tidaklah berdiri sendiri. Melainkan aksi ini sekaligus bermuatan politis praktis.
“Ada hubungan politik jangka pendek, yakni Pilkada Jakarta dan jangka panjangnya, yakni Pilpres 2019,” ujarnya dalam diskusi publik ‘Siapa Aktor di Balik Gerakan 411?’ di Cikini, Jakarta, Jumat (11/10).
Karyono sangat yakin bahwa ada aktor politik di balik aksi bernuansa agama itu. Pasalnya, saat aksi tersebut berlangsung, beberapa tokoh politik turut hadir, mendompleng jalannya aksi.
“Saya sangat yakin. Di situ ada wajah Fachri Hamzah. Beliau juga wakil Ketua DPR turun ikut massa. Kenapa itu tidak bisa disebut aktor politik?” tanyanya.