JAKARTA, SUARADEWAN.com — Pemanfaatan media sosial mesti dibarengi dengan kesadaran digital yang memadai agar tidak memunculkan dampak destruktif yang dapat memporak-porandakan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Beberapa negara ini sempat melakukan pembatasan penggunaan media sosial dalam keadaan darurat. Kebijakan pemblokiran secara parsial dan temporer akses terhadap layanan sejumlah media sosial. Ada yang setuju dan ada juga yang tidak setuju dengan langkah pemerintah tersebut.
Yang setuju menilai langkah tersebut dapat dipahami demi mencegah terjadinya kerusuhan yang lebih besar akibat dari beredarnya informasi bohong dan provokatif lewat jejaring media sosial.
Mereka yang tidak setuju menilai langkah tersebut sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia. Mereka berdalih, hak untuk mengemukakan pendapat lewat media, apa pun medianya, dan hak untuk memperoleh informasi, adalah hak fundamental yang tidak boleh dihalang-halangi dengan cara apa pun dan oleh siapa pun.
Berikut 7 Negara yang pernah batasi medsos:
Indonesia
61.000 akun Whatsapp, 640 akun Instragram, 848 akun Twitter, 551 akun facebook diblokir pasca kerusuhan akibat penolakan hasil Pemilu 2019. Warganet juga terkena imbas karena akses sosial media dibatasi. Meski ada saja netizen yang coba mengakses internet melalui VPN. Menurut Menkominfo Rudiantara ini adalah cara agar berita hoaks dan gambar provokatif tidak beredar memperkeruh suasana.
Sri Lanka
Akibat banyaknya berita hoaks tersebar pasca-peristiwa bom bunuh diri Paskah (21/04), pemerintah Sri Lanka menutup jejaring sosial Facebook, Twitter, YouTube, Instagram dan WhatsApp selama 9 hari. Bom yang menewaskan 258 orang dan menyebabkan 500 orang terluka diduga didomplengi ISIS. Banyak yang mengaku menggunakan VPN dan TOR agar tetap bisa berkomunikasi dengan keluarga dan kerabat dekat.
Bangladesh
Pemerintah menghentikan layanan internet 3G dan 4G sebelum pemilu untuk jaga keamanan negara dan mencegah penyebaran desas-desus, menurut Asisten Direktur Senior BTRC, Zakir Hossain Khan Desember 2018 lalu. Bangladesh bahkan menutup akses terhadap portal berita populer, Poriborton.com Selasa (21/05) karena laporannya menyebabkan kemarahan badan intelijen militer Bangladesh.
Sudan
Awal Januari 2019, pemerintah Sudan juga menutup akses media sosial populer setelah kerusuhan berlangsung selama dua minggu. Saat itu, warga protes agar Presiden Omar Al-Bashir turun dari jabatannya setelah berkuasa 20 tahun. Menurut Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Nasional Sudan, Salah Abdallah, pemblokiran sosial media sudah jadi bahan perbincangan sejak kisruh terjadi 21 Desember 2018.
Iran
Sejak 2018, aplikasi Telegram diblokir pemerintah karena dianggap telah digunakan sejumlah pihak anti-pembangunan di Iran. 40 dari 46 juta pengguna media sosial di Iran menggunakan Telegram untuk banyak hal, mulai dari berjualan pakaian hingga mencari dokter. Media sosial seperti Facebook dan Twitter sudah ditutup sejak tahun 2009.
Rusia
Pertengahan tahun 2018, pemerintah Rusia juga menutup akses Telegram, aplikasi pesan instan yang dianggap aman dan terenkripsi baik. Bahkan pemerintah mengancam pemblokiran akses VPN untuk mengakses situs terlarang. Badan sensor Rusia telah mengirim notifikasi pemblokiran oleh 10 penyedia VPN di Rusia, di antaranya seperti KNordVPN, Hide My Ass! dan Kaspersky Secure Connection sejak April 2018.
Cina
Cina memiliki platform media sosial sendiri yang dikelola oleh negara, seperti WeChat, Weibo, QQ dan YouKu. Media sosial besar seperti Facebook, YouTube dan WhatsApp tidak bisa diakses. Lewat sistem poin (scoring system), kebebasan berekspresi baik melalui media sosial maupun telepon kini dimonitor penuh oleh pemerintah. (Ed: ss/ts (Reuters, AFP)