Profil  

Abdul Rahman Farisi: Mengabdi Demi Keadaban Politik

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Momentum politik seperti pemilihan gubernur (Pilgub), bukan sekadar ajang bagaimana memenangkan kontestasi. Tetapi lebih daripada itu, momentum ini menjadi medium memperjuangkan sebuah keadaban politik.

Demikianlah apa yang bisa kita telaah dari pandangan seorang Abdul Rahman Farisi (ARF). Sebagai wajah baru dalam pentas politik regional, yakni Pilgub Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) 2018, ARF mampu menginspirasi masyarakat dari seluruh golongan. Ia meyakinkan semua pihak bahwa perubahan hanya bisa lahir dan tumbuh dari semangat melawan kemapanan, termasuk kemapanan politik.

“Banyak yang mempertanyakan kapasitas dan kemampuan saya, bahkan banyak yang meragukan kualifikasi saya untuk memimpin Sulawesi Tenggara. Tapi, bagi Saya, keraguan dan pertanyaan itu adalah sesuatu yang lumrah dan biasa saja. Hal itu malah menjadi tantangan bagi saya,” terang ARF.

“Orang-orang boleh ragu dan bertanya-tanya, tapi saya percaya, latar belakang saya sebagai ekonom, sebagai akademisi, sebagai profesional dalam mengevaluasi alokasi dan penggunaan keuangan negara, membuat saya mengetahui dengan utuh dan komprehensif apa persoalan daerah ini dan bagaimana solusi untuk menyelesaikannya. Hanya ada satu-satunya cara untuk menjawab keraguan dan pertanyaan masyarakat itu, beri saya kepercayaan dan kesempatan untuk memajukan daerah ini. Pilih saya sebagai gubernur!” imbuhnya.

Ya, putra dari Laode Farisi Tonda (alm) ini hadir untuk kemudian menggeser makna pemerintah dari kekuasaan memerintah menjadi kemampuan memerintah. Baginya, makna tradisional pemerintah adalah kekausaan memerintah. Titik tekannya adalah pada posisi pemegang kekuasaan. Bagaimana pemimpin terpilih memiliki kekuasaan besar mengatur orang, jabatan, dana, dan kebijakan di suatu daerah.

Baca juga: Abdul Sadat: Masyarakat Sultra Butuh Pengelolaan SDA dan SDM Yang Baik

Tentu, ini berbeda dengan pemerintah sebagai kemampuan memerintah. Titik tekannya adalah pada kapasitas kepemimpinan, kematangan visi, membangun konsensu dengan rakyat, serta menawarkan solusi yang nyata. Inilah yang kemudian ingin dihadirkan ARF sehingga dirinya berani maju untuk Pilgub Sultra tahun depan.

“Banyak Gubernur,Walikota atau Bupati yang lebih fokus pada aspek governance-nya untuk kemudian mendapatkan opini tertingggi tapi mengabaikan aspek kemanfaatan bagi kesejahteraan rakyat. Hal ini terjadi juga di Sulawesi Tenggara. Tetapi ide tentang tata kelola ekonomi daerah yang baik, indikator lokal kemiskinan teratasi, dan pengelolaan anggaran pemerintahan yang profesional sebuah daerah hanya bisa terwujud jika disertai dengan kepemimpinan yang inovatif,” pungkas ARF.

Sebab, lanjutnya, pemimpin yang inovatif bisa melahirkan solusi terbaik untuk mewujudkan kemakmuran rakyat meskipun sumber daya alam yang terbatas dan anggaran yang kecil. Sementara kepemimpinan yang inovatif hanya dimiliki oleh pemimpin yang punya tekad dan kemampuan besar, ditunjang integritas serta kualiatas yang mumpuni untuk menyusun kebijakan yang rasional.

“Hal itu yang saya tawarkan sehingga daerah kita bisa mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lain. Bukankah kita sudah sering menyaksikan politisi yang telah lama melanglang buana di dunia politik akan tetapi miskin inovasi yang dapat dinikmati dan dikenang oleh rakyatnya? Tradisi politik seperti ini harus kita akhiri. Sultra harus bergerak dua kali lebih baik,” tegasnya.

Dibentuk oleh Pengalaman

ARF adalah lulusan dari kampus terbaik di negeri ini, yakni Univeristas Indonesia. Di Jakarta, ARF menemukan titik balik dalam sejarah hidupnya. Dari seorang anak di pesisir Sulawesi Tenggara, hingga menjadi pakar ekonomi di pentas nasional.

Dan berkali-kali, ARF sudah kerap menjadi narasumber pada dialog-dialog yang disiarkan secara live di layar televisi. Hal yang barangkali mustahil dan hanya menjadi sebatas imajinasi banyak orang. Tapi tekad kuat ARF meruntuhkan kekhawatiran-kekhawatiran laten banyak anak muda yang takut memanjangkan langkah merantau ke ibukota.

Pengetahuan mumpuni ARF sebagai pakar ekonomi mengantarkannya menjadi Tenaga Ahli Ketua Badan Anggaran DPR RI. Inilah yang mendorongnya untuk lebih dekat dan memahami fungsi legislasi serta budgeting serta mengintegrasikan alokasi anggaran ke dalam kebijakan pembangunan.

“Pengalaman ini memberi kesempatan kepada saya untuk lebih dekat dengan proses pengambilan kebijakan negara khususnya proses legislasi dan budgeting. Posisi itu membuat saya juga bisa berdialog dan berdiskusi dengan banyak Kepala Daerah, yang dari diskusi-diskusi itu, saya memahami beberapa catatan serius bahwa pada umumnya kepala daerah memiliki konsep yang jelas dalam pembangunan daerahnya, tapi mereka gagal mengintegrasikanya dengan kebijakan prioritas kerja Pemerintah Pusat,” terang ARF.

Hal inilah yang menurutnya menjadi sebab mereka (para pemangku kebijakan) kesulitandalam mendapatkan alokasi anggaran yang yang menunjang program pembangunan daerahnya.

Selain itu, ada kepala daerah yang mampu mensinergikan kebijakan pembangunan daerahnya dengan Rencana Kerja Pemerintah Pusat tapi tidak memiliki akses dan jejaring politik yang cukup dengan para aktor penting di Pemerintah dan DPR, sehingga menyulitkan dalam mengoptimakan pembangunan daerah dari tambahan anggaran ataupun program.

Next

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90