JAKARTA, SUARADEWAN.com – Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf berpendapat, akan lebih baik jika rumusan pasal makar dimasukan ke dalam delik materil, bukan delik formil sebagaimana yang berlaku saat ini.
Hal ini mengacu pada problematika yang ditimbulkan akibat penggunaan pasal ini pada kondisi atau situasi yang tidak sesuai. Menurutnya, pasal makar rentan dipakai untuk kepentingan politik bukan pada sisi hukumnya.
“Yang jadi problema adalah penggunaan pasal makar pada situasi-situasi tertentu,” ujar Asep saat dihubungi, Rabu (24/5/17).
Asep menjelaskan, dalam delik formil tidak diperlukan adanya akibat, dengan terjadinya tindak pidana sudah dinyatakan tindak pidana tersebut telah terjadi. Berbeda dengan delik materil, tindak pidana dinyatakan terjadi jika telah ada akibatnya.
Sehingga, tindakan seseorang atau kelompok, sepanjang belum ada akibat yang dilakukan seseorang yang merujuk pada upaya penggulingan, disintegrasi, pengancaman, pembunuhan, tipu daya dalam siasat kejahatan ke negara, pemerintah dan masyarakat, maka tidak boleh dikenakan pasal makar.
Jika rumusan pasal makar dimasukan ke dalam delik materil maka potensi penyalahgunaannya bisa ditekan. “Memang akan menjadi lebih sulit untuk dipakai sebagai alat politik, karena perlu diukur akibatnya,” pungkasnya. (dd)