Imparsial: MK Butuh Hakim Pendobrak

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Dalam diskusi bertajuk Menimbang Seleksi Hakim MK: Masa Depan Penegakan HAM di Tangan Pengawal Konstitusi, Direktur Imparsial Al Araf menyampaikan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) butuh hakim pendobrak. Hakim ini, menurutnya, harus paham soal hukum pidana terutama dalam kasus penodaan agama yang kini marak terjadi di belahan dunia, termasuk di Indonesia.

“Meskipun cuma satu, kalau bisa ya jadi pendobrak,” tegas Al Araf dalam diskusi yang berlangsung di kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (2/4/2017).

Tuntutan tersebut, lanjut Al Araf, merupakan tuntutan yang nanti menjadi pembeda dengan para hakim lainnya. Karena itu, Al Araf sangat berharap jika kelak MK melahirkan seorang hakim yang profesional di bidangnya sebagai penentu kebijakan hukum.

Terkait dengan tuntutannya tersebut, Al Araf sebelumnya mengaku kecewa dengan keputusan MK yang tidak mengabulkan gugatan penghapusan pidana untuk kasus penodaan agama. Padahal, menurutnya, MK mestinya mengabulkan gugatan tersebut, apalagi terbukti di mana hal tersebut justru menimbulkan kegaduhan, seperti selama ini terjadi dalam konteks Pilkada DKI Jakarta.

“Kalau dulu MK mengabulkan gugatan penghapusan hukuman pidana untuk penodaan agama, Pilkada DKI nggak akan seramai sekarang,” katanya menyesali.

Bagi Al Araf, penghapusan hukuman pidana penodaan agama termasuk hal yang sangat penting. Sebab tidak ada pertimbangan yang jelas untuk memberikan hukuman terhadap seseorang yang melakukan penodaan agama atau tidak. Selain itu, ihwal tersebut juga sudah dihapuskan di banyak negara di dunia.

Lantaran gugatan penghapusan hukuman tersebut tidak ditolerir, Al Araf pun menilai bahwa hakim MK tidak atau kurang paham secara komprehensif tentang perkembangan teori hukum pidana dalam lingkup internasional.

“Yang termasuk kejahatan adalah kebencian atas dasar SARA sesuai dengan konvensi hak sipil dan politik,” imbuhnya.

Untuk itulah, lanjut Al Araf, dibutuhkan hakim MK baru yang paham soal penistaan agama dari sudut pandang internasional. Meskipun hanya satu hakim saja, ia punya hak untuk mengutarakan pendapat yang berbeda dengan hakim lain. Sehingga ini tetap memiliki peran penting dalam perubahan lembaga.

“Ini bisa menjadi tahap awal menciptakan perubahan atau reformasi dalam tubuh MK. Kalau enggak dimulai dari satu, nanti malah enggak mulai-mulai,” pungkasnya.

Dikabarkan, saat ini sudah ada 3 nama calon dari 11 calon hakim MK pengganti Patrialis Akbar yang diajukan kepada Presiden Joko Widodo. Tinggal menunggu hasil. (ms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90