Alasan KPK Tak Pakai Gratifikasi dalam Kasus e-KTP

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tak menggunakan pasal penyuapan atau gratifikasi dalam penangan kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Alasannya, menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, karena ada indikasi kerugian negara dalam kasus ini dan untuk menyelematkan aset milik negara.

“Konstruksi besar kasus ini adalah indikasi tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Kami menguraikan sejak proses tahun 2009 dan 2010 serta proyeknya baru tahun 2011-2012,” terang Febri di Kantor KPK, Jakarta, Senin (20/3/2017).

Ia menjelaskan bahwa jika gratifikasi digunakan kasus ini, maka kerugian negara yang mencapai sekitar Rp 2,3 triliun itu sulit untuk dikembalikan.

Bagi KPK, dalam kontruksi hukum, terdapat apa yang disebut dengan absorbsi atau penyerapan dari pasal suap dan gratifikasi. Ini disebabkan karena ada indikasi memperkaya diri sendiri atau orang lain di pasal 2 dan pasal 3.

“Ketika kami menemukan indikasi sejumlah dana untuk meloloskan APBD, tentu itu gratifikasi. Beda dengan e-KTP, karena indikasinya merugikan keuangan negara. Kalau menggunakan pasal suap, sejak awal akan terlepas dari asset recovery Rp 2,3 triliun. Jadi fokus KPK juga untuk menyelamatkan aset negara,” tandas Febri melanjutkan.

Meski demikian, papar Febri kembali, KPK tidak menutup kemungkinan menjerat para penerima aliran dana korupsi dengan pasal tersebut jika memang ada bukti yang cukup.

“Jika memang ada pihak lain dari konstruksi besar terindikasi merugikan negara, akan ditelaah lebih lanjut,” pungkasnya. (ms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90