JAKARTA, SUARADEWAN.com – Seorang jurnalis investigatif kelahiran Amerika Serikat (AS) Allan Nairn kembali merilis laporan utamanya hari ini, Rabu (19/4/2017). Laporan tersebut sehubungan dengan dugaan adanya rencana aksi makar di Indonesia yang melibatkan sejumlah tokoh-tokoh nasional di dalamnya.
Nama Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fadli Zon dan Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo disebut sebagai aktor utama dalam rencana aksi makar ini. Ormas radikal seperti Front Pembela Islam (FPI) sendiri, dikomandoi oleh Rizieq Shihab dan Munarman, disebut pula sebagai penyerang pembukanya.
Menurut jurnalis yang punya reputasi besar sebagai “anjing penjaga” dan musuh rezim-rezim totaliter ini, rencana aksi tersebut juga diorkestrasi dari belakang layar, termasuk oleh beberapa jenderal aktif dalam pemerintah Presiden Jokowi dan pensiunan. Hal ini didasarkan pada sejumlah wawancara dengan beberapa tokoh senior dan perwira militer dan intelijen yang mengaku terlibat dalam aksi yang mereka sebut sebagai “makar” ini.
“Laporan tentang gerakan menjatuhkan Presiden Jokowi (makar) ini disusun berdasarkan sejumlah wawancara dan dilengkapi dokumen dari internal tentara, kepolisian, dan intelijen yang saya baca dan peroleh di Indonesia,” tulis Allan Nairn dalam rilis laporannya berjudul asli Trump’s Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President.
Selain itu, laporannya juga didasarkan pada dokumen Badan Keamanan Nasional AS (NSA) yang dibocorkan Edward Snowden.
“Banyak sumber dari dua belah pihak yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya. Dua dari mereka mengungkapkan kekhawatiran atas keselamatan mereka,” terangnya.
Dalam melakukan upaya makar ini, Allan Nairn menyebutkan bahwa protes besar-besaran yang muncul menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017 yang menuntut Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipenjara atas tuduhan penistaan agama, dijadikan semacam dalih.
“Dalam perbincangan dengan tokoh-tokoh kunci gerakan perlawanan terhadap Ahok, diketahui kasus penistaan agama ini hanya dalih untuk tujuan yang lebih besar: menyingkirkan Joko Widodo dan mencegah tentara diadili atas peristiwa pembantaian sipil 1965,” ungkapnya.
Sebagaimana disebutkan di awal, aktor utama dalam “serangan pembuka” ini adalah Front Pembela Islam. Ormas radikal ini berperan sebagai penyuaran dan pendesak untuk membuka jalan bagi lancarnya aksi makar.
Adapun sumber dana bantuan, menurut Allan Nairn, sebagiannya berasal dari Tommy Soeharto. Sumbangan finansial dari Tommy ini diakui oleh Jenderal (Purn) Kivlan Zain.