JAKARTA, SUARADEWAN.com – Melalui rapat paripurna, pekan ini DPR mengesahkan rencana kerja anggaran parlemen untuk tahun 2019 dengan peningkatan sekitar Rp2 triliun dibandingkan tahun 2018.
Rancangan anggaran tersebut berjumlah Rp7,721 miliar dan memuat program yang kerap memicu kontroversi: pembangunan gedung DPR baru.
Ketua Badan Rumah Tangga DPR, Anton Sihombing, menyebut selisih rancangan dan realisasi anggaran tahun 2019 dan 2018 akan digunakan untuk membiayai penataan kompleks parlemen.
Program yang disebut Anton memuat antara lain pembangunan gedung baru dan alun-alun demokrasi.
“Sekalipun tahap pertama belum dicarikan, kami tetap harus mencadangkan untuk tahap kedua,” kata Anton kepada para wartawan di Jakarta, Selasa (10/04).
Tahap pertama yang disebut Anton adalah pencairan anggaran pembangunan gedung pada APBN 2018, sebesar Rp601 miliar dan mengklaim pemerintah hingga saat ini belum menyerahkan alokasi uang itu kepada DPR.
Adapun, kata Anton, rencana penganggaran pembangunan gedung DPR untuk tahun 2019 baru sebatas usulan.
Usulan pembiayaan pembangunan gedung baru DPR tercatat muncul pada 2006 dan terus diajukan pada tahun-tahun berikutnya.
Pada 2009, DPR pernah menyampaikan konsep gedung baru dengan fasilitas berupa kolam renang dan pusat kebugaran berbiaya sekitar Rp1,8 trilliun.
Susilo Bambang Yudhoyono, yang pada tahun 2011 menjabat presiden, pernah menolak usulan pembangunan itu.
Sementara pada 2014, DPR kembali mengajukan anggaran Rp1,6 triliun, khusus untuk penataan kompleks parlemen yang diwacanakan akan dilengkapi museum, perpustakaan, dan pusat penelitian.
Baru pada 2018, program penataan resmi masuk APBN dan dijadikan proyek tahun jamak (multi years) atau mengikat anggaran negara lebih dari setahun dan status multi years itulah yang mendorong usulan pembiayaan pembangunan gedung kembali masuk rancangan anggaran DPR.
“Saya rasa, saya tidak bisa jawab sekarang karena kami tunggu pagu indikatif,” kata Anton tentang usulan anggaran gedung baru DPR untuk tahun 2019.
Kenaikan anggaran dalam rencana kerja anggaran DPR antara lain karena penambahan 15 legislator usai pemilu 2019 dari jumlah 560 anggota sebelumnya.
Terkait alokasi untuk anggota baru itu, Anton belum mau merinci: “Nanti akan diumumkan.”
Berdasarkan Surat Menteri Keuangan nomor S-520/MK.02/2015, anggota DPR menerima setidaknya lima tunjangan pribadi: listrik, aspirasi, kehormatan, komunikasi, dan pengawasan.
Jika diakumulasikan dengan gaji pokok, upah yang mereka terima dapat mencapai Rp55 juta per bulan, namun belum termasuk upah pembahasan RUU, honor forum uji kelayakan dan kepatutan serta tunjangan anak dan suami/istri.
Jika ditambah gaji ke-13 dan dana reses, maka dalam 12 bulan DPR setidaknya harus mengeluarkan Rp797 juta untuk sorang anggota.
Secara umum, rencana kerja anggaran DPR 2019 dibagi untuk satuan kerja dewan, sebesar Rp4,8 triliun dan satuan kerja Sekretariat Jenderal DPR, berjumlah Rp2,8 triliun.
Pos satuan kerja dewan dibagi menjadi anggaran pelaksanaan fungsi DPR, sebesar Rp926 miliar sedangkan sisanya akan dialokasikan untuk program penguatan kelembagaan.
Adapun anggaran Setjen DPR diwacanakan terbagi menjadi program dukungan manajemen pelaksanaan tugas teknis (Rp2,9 triliun) dan program dukungan keahlian fungsi dewan (Rp68 miliar). (BBC)