Jakarta, suaradewan.com – Fenomena artis dalam perhelatan politik terus menjadi trend setiap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Artis tidak hanya sebagai publik figur yang mampu meraih suara pemilih tapi kehadiran artis juga dianggap sebagai strategi partai dalam menarik simpati warga.
Menurut pengamat Indonesia Democracy Network (IDN) Didi Manakara ini, kepopularitasan artis adalah sebuah fenomena yang lazim dan umum. Surveyor di LSI ini menganggap bahwa jasa artis yang dipakai oleh partai karena mereka dianggap sebagai publik figur, mereka dikenal oleh banyak orang karena seringnya masuk TV.
“Jadi melibatkan mereka menjadi juru bicara kampanye merupakan hal yang wajar. Dan saya kira ini bagian dari strategi partai dalam menarik simpati warga,” tulis Didi lewat pesan singkatnya di Jakarta Selatan pada Minggu (9/10) 2016.
Ketika ditanya bagaimana tanggapannya dengan kehadirannya beberapa artis ternama di Tim Sukses Ahok – Djarot, seperti Sophia Latjuba. Aktivis Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) ini pun mengatakan bahwa Sophia Latjuba memang memiliki kedekatan personal dengan Ahok.
“Masuknya nama Sophia dalam struktur tim pemenangan Ahok karena faktor kedekatan personal. Kita tahu kalau dari dulu mbak Sophia adalah salah satu artis yang mendukung Pak Ahok kembali jadi Gubernur karena melihat kinerjannya selama ini” lanjut Didi dalam pesan berantainya tersebut.
Tapi, lagi-lagi menurut simpatisan dari Ciputat School ini, artis menjadi kader di partai politik adalah merupakan strategi dari parpol semata. “Tapi seperti yang saya katakan tadi, hal itu merupakan strategi partai dengan alasan-alasan yang seperti saya bilang tadi,” tegasnya.
Adapun menurut lulusan FISIP UMJ ini, seperti adanya artis ternama di era 60-an Desy Ratnasari di PAN dan Rahel di Gerindra itu hanya karena kebetulan partai mereka menjadi pengusung dua pasangan calon. (amie)