KALTIM, SUARADEWAN.com – Sejak Jum’at (31/3/2017), hingga Senin (3/4/2017) Banjir melanda di Desa Santan, Marangkayu, Kutai Kartanegara. Banjir dengan ketinggian ukuran dada orang dewasa itu sudah terjadi selama satu minggu.
“Sudah semingguan kayaknya” terang Wahyuni dalam pesan BBMnya saat dikonfirmasi oleh suaradewan.com. Wahyuni atau Ayu menambahkan, bahwa faktor dari banjir yang berlaru-larut itu akibat curah hujan yang begitu deras pada Jum’at (3/4).
Menurutnya, air pasang laut juga mempengaruhi jumlah debit air pada kampung halamannya itu. Selain itu, Ayu yang juga merupakan Mahasiswa di Jakarta ini menuturkan kalau faktor penambangan yang paling besar menyumbang banjir di kampung kelahirannya ini.
“Banyak faktornya, salah satunya air pasang baru hujan juga. Kusimpulkan dari postingan warga Santan banyak yang berasumsi akibat aktivitas pertambangan,” ujarnya kesal.
Kali ini banjir di Santan terbilang lama dan besar. Jika banjiir sudah berukuran dada orang dewasa maka bisa diartikan kalau banjir tersebut sudah sampai ke dalam rumah warga. Tak seperti biasanya, Banjir di desa Santan hanya terjadi 2-3 hari lalu surut lagi.
“Sudah sering banjir tapi biasanya 2 atau 3 hari surut lagi baru naik lagi dan surut lagi. Kali ini nda surut-surut malah tambah terus debit airnya”, tambah Ayu.
suaradewan.com pun menyelisik kejadian soal tambang yang terjadi yang mengakibatkan banjir. Dalam keterangan yang didapatkan oleh sumber berbeda, Nasrullah Kepala Desa Santan Tengah menuturkan kalau sejak aktivitas pertambangan pada 1990-an, banjir di Santan tidak bisa diprediksi.
“Akibat banjir, petani mengalami gagal panen ratusan hektare jagung dan pisang. Ribuan ton kelapa sawit tertunda di panen, hingga terpaksa beberapa sekolah diliburkan,” tutur Nasrullah.
Diketahui, Santan yang dikelilingi tambang pernah diprotes warga karena tidak memperhatikan dampak lingkungan yang terjadi. Ayu pun menambahkan bahwa dugaan terbesar itu akibat limbah pertambangan yang dibuang ke sungai sehingga sebagian besar pintu Sungai yang mestinya ke laut ditutup dengan limbah pertambangan.
Sejak banjir terjadi, tercatat telah ada 20 rumah yang terendam. Pun warga desa Santan sangat khawatir dengan munculnya Buaya yang naik ke darat. Saiful Ardi, Ketua Keluarga Pelajar Mahasiswa Santan (Kepmas) mengatakan kalau banjir memang sangat dipengaruhi oleh eksploitasi tambang.
“Kami mensinyalir, banjir yang kerap terjadi di desa bukan hanya karena curah hujan yang tinggi. Akan tetapi, di Santan ada kaitannya dengan eksploitasi tambang di hulu Sungai Santan” tuturnya. (aw)