JAKARTA, SUARADEWAN.com – Berawal dari terkuaknya paket impor berisikan NPWP dan e-KTP di Bandara Soekarno Hatta, Jumat, 2 Januari 2017, kasus akhirnya diungkap secara langsung oleh petugas Bea Cukai yang bersangkutan.
Menurut Direktur Jendral Bea Cukai Heru Pambudi, penemuan ini bermula saat petugas mencurigai paket kiraman yang dibawa melalui perusahaan jasa titipan Fedex. Paket yang terbungkus dalam box kecil itu pun diperiksa dengan menggunakan alat bantu x-ray.
“Kemudian kita membandingkan antara images scan dengan dokumen. Dari hasil perbandingan kemudian petugas memutuskan apakah akan memeriksa secara mendalam dengan membuka paket itu,” tutur Heru di Kantor Pusat Direktorat Jendral Bea Cukai, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat, (10/2/2017).
Setelah diselidiki lebih lanjut, akhirnya petugas Bea Cukai dan pihak jasa pengiriman Fedex memutuskan untuk membongkar paket seberat 560 gram tersebut. Di dalamnya ditemukan 36 lembar e-KTP, 32 kartu NPWP, satu buku tabungan, dan satu buah kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
“Yang membuka paketnya langsung petugas Fedex,” jelas Heru.
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta Erwin Situmorang menambahkan bahwa pemeriksaan fisik (pembukaan paket) tersebut berdasarkan dari sejumlah pertimbangan. Apalagi setelah di scan menggunakan x-ray, terlihat bahwa isi paket itu berupa kartu identitas yang dianggap beresika terjadinya kejahatan cyber.
“Tiga pertimbangan, yakni image hasil x-ray, negara asal paket, dan uraian barang dalam invoice, yakni ID card,” ujar Erwin.
Dengan terungkapnya isi paket yang berpotensi melahirkan kejahatan, apalagi di saat-saat menjelang Pilkada DKI, tim analisa Bea Cukai kemudian membandingkan dengan sejumlah pengalaman sebelumnya. Bahwa pihaknya sudah pernah menemui kasus serupa.
“Oleh karena itu Bea Cukai menganggap beresiko. Juga negara asalnya juga beresiko karena rawan memasukkan narkotika,” ujarnya kembali.
Setelah penemuan ini, pihak Bea Cukai langsung bekerjasama dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak dan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Dan menurut Dirjen Dukcapil Drajat Wisnu Setiawan, sejumlah penemuan ini adalah barang palsu, termasuk e-KTP palsu.
“Dalam investigasi kami menggunakan dua instrumen. Dengan menggunakan alat baca KTP atau card reader, serta verifikasi nomor induk kependudukan dengan database,” beber Drajat.
Hasilnya, dari 36 e-KTP tersebut dinyatakan palsu.
“Data dalam fisik e-KTP berbeda dengan data dalam chip. Termasuk foto berubah semua. Berbeda dengan database kependudukan,” pungkasnya. (ms)