Hankam  

Belajar dari ISI tentang Rekruitment Anggota Baru HTI

YOGYAKARTA, SUARADEWAN.com – Kampus Instutite Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta sempat memiliki cerita suram tentang merajalelanya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dari pengalaman yang ditulis oleh Anang Zakaria dengan judul artikel “Agar Khilafah Berhenti Berjaya” mengungkapkan sejumlah trik-trik HTI ini merekrut mahasiswa baru.

Anang Zakaria kemudian meneruskan ceritanya dengan mendeskripsikan seorang bernama Alwi yang sempat kepincut dengan kajian-kajian anak HT.  Menurutnya, pola HT merekrut mahasiswa yaitu dengan membiduk anak-anak baru  untuk turut ikut serta dalam diskusi mereka.

Namun, bukan berdiskusi tentang Islam yang semestasinya dalam al-Qur’an, justru materi yang disajikan adalah tentang konspirasi dan ancaman penghancuran umat Islam di berbagai penjuru dunia, tentang buruknya sistem kapitalis, hingga keunggulan khilafah sebagai sistem negara dibanding demokrasi. Kajian itu pun kerap mengutip kitab-kitab karangan Syaikh Taqiyyudin An Nabhani, ulama asal Palestina yang meninggal di Lebanon pada 1977, sebagai rujukan utama.

Terlebih lagi soal pemerintahan yang ideal dalam perspektif HT ini adalah sistem pemerintahan Islam. Menurutnya, tanpa sistem Islam yang ideal maka segala sistem pemerintahan yang ada di dunia ini sangatlah buruk, baik dari segi administrasinya serta aturan keuangan negara.

Tak habis pikir Alwi, terang Anang dalam lanjutan tulisannya, sehingga anak mahasiswa baru itu mengira hanyalah pengajian biasa-biasa yang ada di masjid kampus. Namun, yang perlu disadari, masjid kerap dikuasai pemikiran Syaikh Taqiyyudin. Pemikiran inipun juga membuat sejumlah mahasiswa yang dulu terbuka kini berubah drastis menjadi ekslusif. Dari cewek yang awalnya berjilbab perlahan-lahan menjadi cadar.”Prosesnya itu bertahap,” tulis Anang mengenang Alwi.

Aktivis HTI yang menguasai masjid kampus ISI Yogyakarta yang menjelma menjadi remaja masjid ini kemudian dibekukan oleh Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan ISI Yogyakarta. Namun, meski dibekukan secara sturuktural tapi secara kultural pemikiran HTI sudah menjangkit dari kalangan mahasiswa hingga diyakini disusupi juga para dosen. Mereka ini terbilang militan. Mendakwahkan ideologinya dalam tiap kesempatan dan ruang.

Dalam HTI ini mereka memiliki pola rekruitment anggota yang cukup unik, pertama, menjadi pelajar dan berlanjut ke tahap kedua, menjadi anggota. Sebelum memasuki kedua tahap itu, HTI menggelar pengajian-pengajian umum di masjid. Siapapun boleh datang dan bertanya beragam persoalan. Dari pengajian umum itu, mereka menjaring peserta menjadi calon pelajar. Jika bersedia, mereka diajak membentuk kelompok kecil (halaqah). Maksimal 5 orang per kelompok dan dibimbing seorang anggota HTI sebagai guru.

Tak lepas disitu, mentor yang ada di HTI ini juga dibilang giat mengontrol kegiatan-kegitan halaqah yang sudah dibentuknya. Kitab karangan Syaikh Taqiyyudin, Syahsiyah Islamiyah dan Nizhamul Islam, menjadi materi wajib yang harus dikhatamkan peserta Halaqah ini. Halaqah ini pun memiliki tahapannya, dari yang paling rendah hingga ke yang paling tinggi halaqhahnya sehingga uji kelulusan dalam pelajaran ini sering berbeda-beda. Ada yang awalnya bersamaan mengikuti halaqah tapi bukan berarti bersamaan resmi dibaiat menjadi anggota HTI karena pembahasan kitab tersebut membutuhkan waktu yang bertahun-tahun.

Meski dalam metode belajarnya ekstrem dan radikal, para anggotanya masih tak mau dibilang ormasnya anti pancasila dan menolak demokrasi. Hingga pada akhirnya, ormas ini dengan segala pemikiran-pemikiranya yang menolak negara liberal secara resmi dibekukan oleh pemerintah dengan menggunakan Perppu Kerormasan. (aw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90