JAKARTA, SUARADEWAN.com – Pasca penangkapan sejumlah aktivis Aksi 313 pada 31 Maret 2017 dini hari, banyak pihak yang kemudian melayangkan kekecewaannya terhadap Kepolisian Republik Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan bahwa polisi telah bersikap arogan dan justru memperburuk citra Kepolisian RI sendiri dengan melakukan penangkapan atas Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad al-Khaththath dkk.
“Ini menunjukkan sikap arogan Kepolisian. Apalagi alasan penangkapan itu disebut polisi bahwa mereka yang ditangkap akan melakukan aksi makar,” ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPM) Neta S. Pane melalui keterangan tertulisnya, Jumat (31/3/2017).
Neta pun mendesak Kepolisian untuk segera menjelaskan secara transparan aksi makar yang dituduhkan. Sebab, kata Neta, Polda Metro Jaya juga sebelumnya sudah menangkap sejumlah tokoh dari kelompok nasionalis dengan tuduhan serupa.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak juga mengatakan hal yang sama. Bahwa penangkapan terhadap 5 (limat) aktivis Aksi 313 itu dinilai dapat memperburuk citra polisi. Sebab, bagi Dahnil, polisi bisa diduga melakukan kriminalisasi.
“Polisi harus menjelaskan ini karena ini memunculkan kriminalisasi, apalagi sekarang masih ada aksi,” ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah.
“Saya minta tolong sama polisi jangan rusak institusi Kepolisian ini dengan tidak menjelaskan kepada publik tentang hukum apa yang dipakai dengan menangkap-menangkap begini,” ujar Fahri di Senayan, Jakarta Pusat.
Ia pun mengingatkan polisi bahwa Indonesia mengadopsi sistem hukum demokratis, bukan sistem hukum otoriter.
“Ini negara demokratis. Anda (polisi) nggak boleh petantang-petenteng. Ini bukan negara polisi, ini negara hukum. Polisi harus taat hukum, itu makna demokrasi,” tegasnya.
Alasan Penangkapan
Mendapat kecaman dan desakan tersebut, Kepolisian pun menjelaskan sejumlah alasan mengapa pihaknya harus mengambil sikap tegas untuk menangkap beberapa aktivis Aksi 313.
Sebagaimana diungkap oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono, Kepolisian beralasan karena kelimanya (yang ditangkap) diketahui telah mengadakan pertemuan secara sembunyi-sembunyi yang menghasilkan kesepakatan untuk menggerakkan massa Aksi 313 untuk menduduki gedung DPR/MPR.
“Di situ (dalam pertemuan sembunyi-sembunyi) salah satunya direncanakan menduduki gedung DPR/MPR, lalu mengganti UUD kembali ke UUD asli. Ini suatu kegiatan yang dilakukan secara inkonstitusional,” ungkap Argo.
Terhadap rencana (makar) ini, polisi mengaku telah mengintai jauh-jauh hari sebelumnya. Dan karena dinilai inkonstitusional dan melanggar undang-undang, maka polisi berkewajiban untuk langsung melakukan penangkapan.
“Kita sudah memetakan dan menyelidiki dalam beberapa hari ini. Kita kenakan pemufakatan makar sesuai Pasal 107 dan 110 KUHP dan semua perbuatan ini delik formil jadi sudah kita punya semua bukti yang dimiliki penyidik,” tutur Argo menjelaskan. (ms)