JAKARTA, SUARADEWAN.com – Sekolah publik menjadi tempat yang tepat untuk menjaga anak-anak jauh dari doktrin anti pancasila. Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid.
Menurutnya, dalam sekolah publik tersebut, kurikulum tentang pendidikan kewarganegaraan tersedia untuk memberi pemahaman anak-anak apa itu benar atau salah sebagai warganegara.
“Kalau anak-anak ini sekolah, mereka akan masuk sekolah publik dan itu jelas (materi pembelajarannya) dari Kementerian,” ujar Hilmar saat menghadiri festival anak BhinneArt di Lobi Mall F(x), Senayan, Jakarta, Ahad (6/8).
Anak-anak sejak dini, lanjut Hilmar sudah diajarkan materi tentang kewarganegaraan. Hal tersebut lantaran anak-anak telah menjadi sasaran empuk bagi kelompok ekstremis ini.
“Kemudian diperkenalkan, kadang-kadang didoktrinasi dengan segala macam perbedaan.” ucapnya.
“Ada kebebasan berpikir, kita jamin hak-hak itu. Tapi, pada saat bersamaan sedini mungkin kita mengajak semuanya agar lebih berpikir inklusif,” ujarnya.
Menurut Hilmar, pemerintah merasa HTI saat ini secara organisasi telah dibekukan pada Juli 2017 lalu, namun paham dan doktrin HTI masih saja bertebaran dimana-mana. HTI dianggap mempromosikan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
“Mereka (HTI) ada orang Indonesia, tapi tidak merasa Indonesia dalam artian konstitusi Pancasila,” tuturnya.