JAKARTA, SUARADEWAN.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara setelah dirinya disindir oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Prabowo Subianto dalam pertemuan tertutupnya yang berlangsung kemarin (27/7) di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
Usai pertemuan yang trend di kalangan netizen sebagai “Diplomasi Nasi Goreng”, Prabowo berujar bahwa UU Pemilu yang baru saja disahkan DPR merupakan lelucon politik.
“Presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden) 20 persen, menurut, kami, adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia,” terang Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Sementara SBY sendiri menilai presidential threshold tersebut lebih merupakan bentuk abuse of power.
“kita harus memastikan penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan itu tidak melampaui batas, tidak cross the line, tidak masuk (kategori) abuse of power. Kalau itu terjadi, maka rakyat akan memberikan koreksi,” pungkas Ketua Umum Partai Demokrat tersebut.
Menanggapi hal ini, Presiden Jokowi menegas, ambang batas pencalonan atau presidential threshold merupakan hal sangat diperlukan. Langkah ini, kata Jokowi, untuk melahirkan pemimpin masa depan yang berkualitas serta memiliki dukungan mayoritas di parlemen.
“Coba bayangkan, saya ingin berikan contoh, kalau 0 persen, kemudian satu partai mencalonkan, kemudian menang, coba bayangkan nanti di DPR, di parlemen,” kata Jokowi, Jumat (28/7/2017).
“Ini proses politik yang rakyat harus mengerti, jangan ditarik-tarik seolah-olah presidential threshold 20 persen itu salah,” sambungnya.
Jokowi pun mempertanyakan mengapa ambang batas pencalonan presiden ini baru ramai sekarang. Padahal syarat tersebut sudah berlaku di dua pemilihan presiden sebelumnya.
“Kenapa dulu tidak ramai? Dulu ingat, dulu (Gerindra dan Demokrat) meminta dan mengikuti (presidential threshold 20-25 persen), kok sekarang jadi berbeda?” pungkas Jokowi.