JAKARTA, SUARADEWAN.com – Sepak terjang organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dinilai sudah semakin menghawatirkan. Sebab, gerakan mereka sangat berpotensi untuk merongrong harmoni kebangsaan Pancasila.
Hal itu terlihat dari prinsip gerakannya yaang ingin menghancurkan NKRI dan mendirikan Khilafah, sebuah sistem pemerintahan yang anti terhadap Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sudah menyampaikan wacana mengenai pembubaran organisasi pembuat resah yang bermarkas pusat di Kerajaan Inggris tersebut.
Menurut Kapolri, orgasnisasi HTI ini sudah terbukti mengganggu ketertiban sosial dan berpotensi untuk memicu konflik horizontal di tengah masyarakat, sebagaimana direpresentasikan dengan penolakan kuat dari Banser Nahdlaul Ulama (NU).
Wacana Kapolri tersebut mendapat dukungan kuat dari SETARA Institute.
Menurut ketua SETARA Institute, Hendardi, pernyataan Kapolri itu merupakan langkah yang tepat dan legal, sepanjang dilakukan melalui proses yudisial yang akuntabel dan dengan argumentasi sebagaimana dikemukakan oleh Kapolri.
Hendardi menjelaskan, berbagai studi dan praktik di beberapa negara, ideologi khilafah yang disertai pandangan keagamaan eksklusif, takfiri (gemar mengkafirkan pihak yang berbeda) telah menimbulkan pertentangan kuat di tengah masyarakat. Bahkan di beberapa negara, orgaisasi Hizbut Tahrir telah dilarang seperti di Yordania, Irak, dll.
“Secara fisik, HTI tidak melakukan kekerasan. Tetapi gerakan pemikirannya yang secara massif dan sistematis telah merasuk ke sebagian warga negara Indonesia, khususnya melalui kampus-kampus dan majelis-majelis keagamaan, telah dianggap mengancam kebhinekaaan, sistem politik demokrasi, dan Pancasila, yang merupakan falsafah bangsa Indonesia,” kata Hendardi dalam siaran persnya, Selasa (2/5).
Menurut Hendardi, gagasan pembubaran HTI merupakan eksperimentasi penerapan prinsip margin of appreciation dalam disiplin hak asasi manusia. Meskipun kebebasan berserikat dalam bentuk organisasi dijamin oleh Konstitusi RI, namun jika organisasi tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka ia layak untuk dibubarkan.
“Pemikiran HTI tidak bisa diberangus, karena kebebasan berpikir bukan hak yang bisa dibatasi. Tetapi pemerintah dan penegak hukum bisa melakukan pembatasan penyebarannya. Jika penyebarannya yang dibatasi, maka orang-orang yang menganut pandangan keagamaan dan pandang politik seperti HTI tidak bisa dipidanakan. Hanya tindakan penyebarannya yang bisa dibatasi,” tukas Hendardi.
Masih menurut Hendardi, secara teknis pembubaran organisasi semacam HTI sangat dimungkinkan, sebab diatur dalam UU 17/2013 tentang Ormas. Yakni pada Pasal 59-78 yang mengatur tentang larangan bagi ormas, ancaman sanksi, pembekuan organisasi, hingga mekanisme pembubaran dan mekanisme untuk menyoal pembubaran itu, jika organisasi yang dibubarkan tidak menerima tindakan hukum negara.
“Opsi pembubaran adalah salah satu cara menghalau pengaruh destruktif HTI. Gerakan kebudayaan yang dilakukan oleh ormas-ormas keagamaan mainstream dan moderat, bisa menjadi opsi pelengkap untuk memoderasi pandangan keagamaan pengikut HTI,” tukasnya. (za/pr)