
JAKARTA, SUARADEWAN.com – UU Pers Nomor 40 thn 1999 akhir-akhir ini menjadi simpang siur bagi insan pemilik pers se-Indonesia. Pasalnya, dalam UU tersebut disebutkan bahwa Dewan Pers akan mengambil langkah secara sepihak untuk menghentikan media pers, baik yang berbentuk elektronik dan cetak yang tak memiliki badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Salah satu anggota Presidium Forum Pers Independen Indonesia (P-FPII), Hefrizal mengungkapkan bahwa UU tersebut seolah-olah akan membunuh langkah wartawan yang terlebih khusus media yang terbit melalui internet (media online), karena harus bernaung di dalam bentuk PT.
“Pihak DP pernah mengatakan jika terjadi kriminalisasi terhadap kinerja wartawan yang medianya tidak terverikasi, maka UU Pers tidak berlaku,” terang Hefrizal, usai melakukan pertemuan dengan salah satu anggota Dewan Pers beberapa waktu lalu.
Terlebih menurut Hefrizal, persoalan ini semakin meruncing ketika telah beredar himbauan bahwa pihak Dewan Pers hanya membolehkan 70-an media beroperasi yang terverifikasi secara keseluruhan baik cetak, online maupun elektronik. Seiring dengan kebijakan yang simpang siur itu, pada akhirnya banyak wartawan yang ditolak berbagai instansi pemerintah, baik itu daerah dan pusat.
“Kami menuntut kepada Komisi I agar melakukan RDP (Rapat Dengar Pendapat) agar penjelasan soal ini tidak menjadi liar,” ujar Mustopha alias Opan, salah satu anggota P-FPII. Hal tersebut juga direspon cepat oleh Ketua P-FPII Ibu Kasihhati. Ia, bahkan menanyakan soal keabsahan isi edaran tersebut. Apalagi menurut Ibu Kasihhati pihak DP telah membantah soal himbauan tersebut.
“Pihak Dewan Pers justru membantah jika ke 74 media tersebut bukan sudah di Verifikasi, namun hanya undangan kepada mereka untuk menghadiri HPN (Hari Pers Nasional) di Ambon,” kata Kasihhati saat seminar di Gedung Nusantara III DPR RI menyambut HUT Golkar yang juga dihadiri Menkominfo.
Mendapatkan respon yang sama, Wakil ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Gerindra, Asril Hamzah Tanjung menjelaskan bahwa Dewan Pers mestinya bisa mengayomi kepada semua insan pers agar yang disorot itu bukan persoalan administrasi semata. Tapi menurut Asril Hamzah bahwa yang disorot dari insan pemilik Pers yaitu apakah media itu benar-benar menginformasikan kebenaran berita yang dibuat wartawannya.
“Jika memang Dewan Pers tidak bisa memberikan rasa nyaman terhadap media dan wartawan sebaiknya dibubarkan saja,” terangnya di Gedung DPR RI, Senin (13/2). (aw)