JAKARTA, SUARADEWAN.com – Maklumat tentang larangan Tamasya Al-Maidah yang secara resmi dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya mendapat penolakan dari tim advokasi hukum Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).
Kuasa hukum GNPF-MUI Kapita Ampera menyatakan bahwa maklumat larangan menggelar acara Tamasya Al-Maidah harus mempunyai payung hukum agar tidak berpotensi membawa polemik dan diduga ada ‘keberpihakan’.
“Larangan itu harus ada payung hukumnya. Karena masyarakat enggak bisa dilarang hanya karena kekuasaan. Aktivitas masyarakat dilarang kalau ada undang-undang yang melarang,” kata Kapitra.
Selain itu, Kapitra juga menyatakan kurang setuju dengan mobilisasi massa. Tetapi, kalau tidak ada dasar hukum mengeluarkan pelarangan, jelas ini hanya menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk membatasi kebebasan warga negara.
“Kalau tidak ada aturan hukum, maka setiap aktivitas masyarakat tidak dapat dilarang. Kecuali dia melanggar hukum, nah, itu filosofi negara hukum. Jadi kekuasaan tidak dapat melarang aktivitas masyarakat,” lanjut Kapitra.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa larangan pengerahan massa saat hari pecoblosan merupakan diskresi yang merupakan kewenangan yang melekat pada kepolisian seluruh dunia.
“Dikresi kepolisian, yaitu kewenangan yang melekat kepada anggota kepolisian seluruh dunia untuk dapat menilai dan mengambil tindakan dalam rangka kepentingan publik,” kata Tito dalam acara pembekalan prajurit TNI-Polri di Enconvention Ancol Jakarta. (ms)