GP Ansor: Bahkan Muslim Juga Menjadi Sasaran Isu PKI

Ket: Mohammad Nuruzzaman

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Tepat 30 September di hampir setiap tahun momentum sejarah tentang Gerakan Penumpasan PKI dijadikan sebagai kesempatan sebagai jualan politik tertentu. Bahkan menurut tokoh GP Ansor, Mohammad Nuruzzaman, banyak pihak yang menjadi sasaran oleh isu ini.

Menurut mantan politisi Gerindra ini, hal tersebut sudah menjadi kejahatan, tetapi ada konteks politik saat itu yang terjadi, dan ada agenda besar proxy war saat itu. Dijelaskannya, kita jangan melupakan sejarah tetapi duduk bersama antara korban dan pelaku, para tahanan politik kala itu, dan para ulama.

“Rekonsiliasi ini harus didorong, jadi saling bekerja sama dan bersatu karena kita sudah pernah melakukanya di NU, tanpa lagi ada penyebaran kebencian,” kata Mohammad Nuruzzaman pada webinar “Dihantui Kebangkitan PKI; Antara Peluang dan Daur Ulang,” yang diselenggarakan oleh LSPI, pada Rabu (30/09).

Lanjutnya, orang-orang yang memunculkan isu ini yang bermasalah. Sebenarnya isu ini sudah selesai karena anak cucu PKI sudah duduk bersama. Secara kultural kita sudah tidak menolak terkait yang terjadi di masalalu.

“Kami dari NU kita tidak ingin ada lagi masalah, kita bangun bangsa ini bersama-sama, bersatu bangsa ini bisa lebih besar dari bangsa lain,” terangnya dengan tegas.

Namun, isu PKI menjadi bagian dari sejarah Indonesia memang tidak bisa dilupakan, sebagaimana yang disampaikan oleh pengamat politik Ray Rangkuti. Ia mengatakan sejarah kelam PKI agar menjadi pelajaran bahwa ideologi ini sudah habis di zamannya dan tak diterima di Indonesia.

“Ini perlu pelajaran agar kita bisa bangkit bukan hanya untuk menjelek-jelekkan satu pihak. Kita harus mengingatkan entah itu kasus PKI atau peralihan orba atau 98, itu tidak boleh di lupakan, dan kita perlu belajar dari Jepang lalu itu menjadikan dia bangkit dari bom atom. Di kita hanya berhenti di alat stigma bukan alat bangkit,” pungkas Ray dalam kegiatan webinar tersebut, Rabu (30/09).

Menurut Direktur Lingkar Madani ini, isu ini hanya semata-mata sebagai jualan politik kelomppok tertentu. “Jadi urusan politik itu tidak boleh di gunakan untuk senjata, karena ini sangat berbahaya sekali,” katanya.

“Oleh karena itu isu ini jangan berhenti untuk kepentingan dan stigma saja justru untuk membangkitkan negri ini. Isu PKI tidak bisa menyelesaikan masalah Kelaparan dan pengangguran,” lanjut Ray.

Senada dengan diatas, pengamat kebijakan publik, Djuni Thamrin, mengatakan bahwa isu PKI telah kehilangan relevansi dan kehilangan makna.  Sangat tidak relevan dijadikan sebagai diskursus untuk langkah ke depan.

“Kalau kita misalnya mendaur ulang isu ini nampaknya hasilnya tidak terlalu signifikan. Dan tidak berbekas di generasi sekarang. Tokoh yang paling senior dan mengetahui persis ya mungkin saat peristiwa itu terjadi mungkin dia dulu masih kecil,” kata Djuni Thamrin dalam webinar “Dihantui Kebangkita PKI; Antara Peluang dan Daur Ulang,” yang digelar oleh LSPI, Rabu (30/09).

Djuni Thamrin pun berupaya menegaskan bahwa generasi millenial tidak penting membicarakan isu ini karena hanya akan menimbulkan perdebatan yang tidak ada hasilnya. Dosen Universitas Jayabaya ini berharap agar diskursus tentang Bonus Demografi lebih diperdalam untuk menatap masa depan bangsa. (aw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90