GP Ansor dan Banser NU Bubarkan Aksi HTI

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Gerakan Pemuda (GP) Ansor kembali melakukan aksi heroiknya dengan membubarkan aksi konvoi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Bersama dengan Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU), pembubaran tersebut berawal dari penghadangan aksi konvoi HTI. HTI yang saat itu tengah melakukan Kirab Panji Rosululloh di perbatasan Trenggalek-Tulungagung, Jawa Timur, dihadang dan meminta HTI untuk menghentikan aksinya.

Meski sempat terjadi ketegangan, tapi situasi pembubaran tersebut tidak berujung pada kontak fisik. Aparat kepolisian dan TNI berhasil menengahi kedua belah pihak. Massa HTI sendiri pun mengalah, dan mencopot segala atribut dan panji yang mereka kirabkan sesuai permintaan pihak GP Ansor dan Banser NU.

Menurut Ketua Pengurus Cabang GP Ansor Kabupaten Tulungagung, Syahrul Munir, pihaknya melakukan aksi pembubaran ini lantaran kirab HTI berpotensi mengancam kerukunan umat.

“Penghadangan dan pembubaran paksa kami lakukan. Karena kegiatan mereka membawa misi konsep khilafah dalam kehidupan bernegara (yang) berpotensi memecah-belah umat,” ujar Syahrul, Sabtu (1/4/2017).

Pembubaran yang terjadi sekitar pukul 06.30 – 07.30 WIB ini, merupakan rangkaian dari komitmen GP Ansor dan Banser NU untuk menghadirkan kerukunan antar umat beragama, terutama kerukungan dan berbangsa dan bernegara di bawah naungan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Ansor dan Banser tegas menolak kegiatan itu karena sudah bertentangan dengan prinsip dan komitmen NU sebagai garda terdepan menjaga keutuhan NKRI. NKRI harga mati,” tegasnya.

Mendapat perlakuan seperti itu, pihak HTI pun sangat menyayangkan. Mereka mengaku tak ada niat untuk memecah-belah bangsa sebagaimana yang dituduhkan GP Ansor dan Banser NU.

“Yang kami lakukan hanyalah kirab Panji Rosululloh, yakni panji aliwak yang berwarna putih dan aroyah yang berwarna hitam sebagai simbol perjuangan dan syiar (Islam). Kalaupun dituding memicu perpecahan dengan konsep khilafah, yang kami lakukan hanyalah menawarkan, bukan sebuah konsep paksaan yang harus dijalankan,” terang Ketua HTI Kabupaten Trenggalek Fahrul Ulum.

“Logikanya sama seperti tawaran menggunakan listrik, berhemat dalam pemakaiannya dan sebagainya. Artinya, dalam dinamikanya tawaran itu bisa saja diterima atau ditolak, sehingga kami (HTI) mengedepankan dialog,” imbuhnya. (ms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90