JAKARTA, SUARADEWAN.com – Wakil Ketua Komisi VIII, Sodik Mudjahid merasa prihatin terkait langkah pemerintah yang telah melakukan pencabutan Organisasi Masyarakat (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hal itu kata dia merupakan tindakan otoriter yang dipraktekkan oleh kekuasaan saat ini.
“Sangat prihatin dimulainya langkah otoriter oleh sebuah pemerintah Indonesia di era reformasi dan demokrasi. Tapi masih melakukan langkah persis seperti langkah pemerintah Indonesia pada 60 tahun yang lalu, yakni di akhir orde lama dan awal orde baru,” kata Sodik dalam pernyataanya, Rabu (19/7).
Lebih lanjut menurutnya, dasar Perppu seperti yang dikatakan seorang aktivis, bukan suatu “kegentingan yang memaksa”, tapi “memaksakan kegentingan”. Dengan tujuan untuk sebuah skenario besar, yakni membungkam kelompok-kelompok atau suara-suara kritis yang berlawanan dengan pemerintah, dengan dalih bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.
“Kepada semua kekuatan yang benar-benar tulus, dan sejati ingin membangun masa depan NKRI yang demokratis, maka saya serukan untuk menolak PERPPU ini, dimulai dengan penolakan Perppu menjadi Undang Undang oleh DPR,” ucapnya.
Politisi Gerindra ini menegaskan, bahwa pembiaran Perppu, apalagi diperkuat menjadi UU merupakan sebuah set back atau titik balik dari pembangunan demokrasi di Indonesia yang sudah sekian jauh telah dibangun dengan susah dan dengan segala pengorbanan. “Perpu ini akan memakan korban-korban selanjutnya, yakni kelompok kelompok kritis, khususnya yang berbeda pendapat dengan pemerintahn,” tegasnya.
Sodik menyarankan kepada ormas HTI untuk menempuh jalur hukum dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Dikarenakan ini negara demokrasi dan negara hukum.
“Kepada ormas korban Perppu, saya sarankan untuk melakukan perjuangan hukum yang fundamental untuk memperoleh hak-hak dasarnya, seperti hak berserikat, hak berpendapat dan lain-lain. (ydi)