JOGJAKARTA, SUARADEWAN.com – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak kampanye khilafah di Jogjakarta pada Selasa, 3 Maret lalu, dikaitkan dengan kelompoknya. HTI menyebut hal itu hanyalah tudingan yang tidak pernah bisa dibuktikan.
“Sekarang namanya itu HTI, bukan? Kalau bukan, ya bukan. Kalau orang bilang itu HTI, itu kan hanya tudingan saja sebagaimana tudingan HTI anti Pancasila,” kata Juru Bicara HTI Ismail Yusanto saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Ismail mengakui HTI sudah tidak memiliki legalitas untuk melakukan kegiatan karena statusnya yang sudah dibubarkan oleh pemerintah.
“Kita kan tidak punya formaliti untuk melakukan itu semua. Rezim ini telah membungkam kita atas sesuatu yang tidak pernah bisa dibuktikan kesalahannya apa,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, sekelompok masyarakat yang menamakan diri sebagai Aliansi Masyarakat Jogja melakukan Parade Khilafah untuk memperingati 96 tahun runtuhnya Daulah Khilafah. Dalam aksi tersebut, massa yang didominasi oleh para remaja itu juga kembali mengkampanyekan tegaknya khilafah di Indonesia untuk melindungi umat Islam di dunia.
Berangkat dari isu khilafah yang diusungnya itu, muncul tudingan bahwa parade tersebut digerakkan oleh para aktivis HTI yang izin organisasinya sudah dicabut pemerintah.
Terkait hal itu, Ismail menyatakan bahwa khilafah merupakan ajaran Islam sehingga tidak bisa selalu diidentikkan dengan HTI.
“Khilafah itu ajaran Islam. Apakah setiap khilafah itu pasti Hizbut Tahrir? Yang menulis tentang khilafah itu setiap ulama yang berbicara tentang politik Islam. Sebut misalnya, kalau Fiqih, Fiqih Sunnah itu ada khilafah. Sulaiman Rasid ada khilafah, Munawar Kholil yang tokoh Masyumi itu ada khilafah. Apa mereka semua HTI?” tukasnya. (aw)