ICW: Hukuman Ringan Jadi Sebab Tingginya Kerugian Negara Akibat Korupsi

Dari kiri ke kanan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Caesar, Peneliti hukum dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu, dan Peneliti Indonesia Corruption Watch Lalola Ester dalam keterangan pers menyoal rencana pemerintah untuk merevisi PP No 99/2012 yang memperketat narapidana korupsi, terorisme dan narkoba mendapat remisi di kantor ICW, Jakarta, Sabtu (13/8). ICJR dan ICW menilai Draf revisi Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan mempermudah koruptor mendapatkan remisi atau pemotongan hukuman sehingga menghilangkan ketentuan soal justice collaborator.Kompas/Lasti Kurnia (LKS) 13-08-2016

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Lebih dari Rp 3 triliun total kerugian negara akibat kasus korupsi sepanjang tahun 2016. Hal ini dibeberkan oleh staf Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corupption Watch (ICW) Aradila Caesar.

Adapun jumlah denda dari kasus korupsi di tahun yang sama, mencapai Rp 60,66 miliar dan jumlah uang pengganti sebesar Rp 720.269 miliar.

“Suap (dari kasus korupsi) sejumlah Rp 2.605 miliar, USD 212.000, dan SGD 128.700,” terang Aradila di Kantor ICW, Jakarta, Sabtu (4/3/2017).

Meski demikian, menurut ICW, jumlah kewajiban uang pengganti di tahun 2016, dengan total 264 putusan yang wajib membayar uang pengganti, masih lebih kecil dibandingkan dengan jumlah di tahun sebelumnya. Pada tahun 2015, tercatat dari 183 putusan, pengadilan menjatuhkan kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1.542 triliun. Sementara di tahun 2014, dari 164 putusan kewajiban pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1.491 triliun.

Ia pun menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2016, Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi paling mendominasi di persidangan. Menurutnya, penggunaan kedua pasal tersebut, mestinya dibarengi dengan Pasal 18 yang mengatur tentang kewajiban uang pengganti.

“Dalam tuntutan, tidak semua perkara dituntut membayar uang pengganti,” lanjut Aradila.

Seperti diketahui, ICW sebelumnya menilai vonis pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap koruptor, tidak memberikan efek jera. Dari hasil penelitian ICW, hal ini salah satunya disebabkan oleh masih ringannya hukuman yang diputus oleh pengadilan. Selain itu, pengenaan denda pidana yang rendah.

Karena itu, ICW memandang bahwa dalam konteks penjeraan, kombinasi hukuman penjara dan denda dimasukkan untuk menghukum pelagu agar timbul efek jera. Olehnya, dalam rekomendasi yang diajukan, ICW mendesak Kejaksaan Agung agar maksimal dalam hal penuntutan. Bahkan, Kejaksaan harus lebih inovatif dalam melakukan penuntutan dengan menggunakan pasal pencucian uang.

“Jaksa Agung harus fokus pada upaya eksekusi uang pengganti dan merampas aset koruptor,” tegas Aradila. (ms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90