SUARADEWAN.com – Unjuk rasa para kepala desa untuk memperpanjang masa jabatan mereka yang semula 6 tahun menjadi 9 tahun menuai pro dan kontra.
Menteri Desa, Abdul Halim Iskandar, mengatakan usulan tersebut merupakan aspirasi dari seluruh kepala desa di Indonesia.
Alasan dari usulan perpanjangan tersebut adalah masa 6 tahun belum cukup untuk melakukan pembangunan. Karena 2 tahun pertama pasti diwarnai pergolakan keterbelahan penduduk atas pemilihan kepala desa.
Lalu 2 tahun kedua, kades baru bisa membangun manajemen dalam pemerintahan desa. Dan 2 tahun terakhir dinilai tidak cukup untuk menyelesaikan rencana pembangunan yang disusun.
Tetapi Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan data yang mengejutkan tentang riwayat pembangunan desa. Selama 2015-2021, ICW menemukan korupsi tingkat desa berada dalam level yang memperihatinkan.
“Sepanjang tujuh tahun tersebut, terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 433,8 miliar,” ungkap ICW.
Korupsi alokasi dana desa meningkat dengan bertambah besarnya dana yang digelontorkan untuk pembangunan desa. Selama 2015-2021 dana desa berjumlah Rp400,1 triliun.
Korupsi tersebut terjadi karena belum ada mekanisme pencegahan korupsi yang efektif di level desa. Ditambah sekarang muncul usulan untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa.
“Usulan tersebut sama sekali tidak relevan dengan urgensi kebutuhan pembenahan desa. Sebaliknya, akomodasi atas usulan tersebut akan menyuburkan oligarki di desa dan politisasi desa,” kata ICW.
Lagipula, jika mengenai pergolakan di desa karena keterbelahan penduduk, solusinya bukan penambahan masa jabatan. Tetapi pembenahan politik pemilihan kepala desa yang transaksional.***