DPR RI  

Inilah Poin-Poin Yang Masih Jadi Kendala Dalam Revisi UU Antiterorisme

JAKARTA, SUARADEWAN.com — Perampungan revisi Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme masih terus berjalan, ditargetkan akan rampung paling lambat pada bulan Oktober tahun ini. Ada beberapa poin yang masih jadi perdebatan terkait muatan materi di dalam draf UU tersebut.

Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Karjono beberapa waktu lalu sebagaimana dikutip dari Republika.co.id (Jum’at, 26/5) mengatakan, hal pertama yang masih diperdebatkan yakni soal definisi terorisme. Pihak pemerintah beranggapan terorisme tidak perlu didefinisikan. Bagi pemerintah, muatan materi yang ada di dalam UU tersebut adalah terorisme.

“Yang belum sepakat itu, pertama, mengenai definisi terorisme. Bagi pemerintah, terorisme itu materi muatan yang ada di UU itu, itulah terorisme, sehingga tidak perlu didefnisikan. Tapi oleh DPR itu diminta supaya dinormakan,” kata Karjono Jumat (26/5).

Dalam proses pembahasan definisi terorisme ini, Karjono mengatakan, ada usulan bahwa terorisme didefinisikan sebagai kejahatan terhadap negara. Usulan ini sendiri dimunculkan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Nah nanti TNI akan masuk sesuai UU TNI, dan UU pertahanan negara. Karena di sana kewenangan TNI itu ada,” ucap dia.

Karjono menjelaskan, berdasarkan UU pertahanan negara, TNI berwenang melakukan pembinaan sebagai pasukan perang dan nonperang. Arti nonperang ini yang kemudian membuat TNI dapat masuk ke ranah pemberantasan tindak pidana terorisme.

Perdebatan berikutnya yakni pada pasal 43. Pasal ini menyebutkan pemberantasan tindak pidana terorisme dilakukan oleh Polri, TNI, dan instansi terkait lainnya yang dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Kemudian, ucap Karjono, ada permintaan supaya norma-norma yang terkait penguatan TNI ini ditulis dalam Undang-Undang Antiterorisme. Jika dituliskan, lanjut Karjono, maka ada unsur positif dan negatifnya.

Kalau ditulis, tambah dia, malah membatasi TNI untuk berkiprah. Di UU TNI sendiri, kewenangan TNI luas. “Kalau ditulis malah membatasi TNI untuk berkiprah karena di UU-nya sendiri bebas mau ngapain saja. TNI dengan UU TNI, Polri dengan UU Polrinya, instansi terkait lainnya juga dengan lainnya,” ujar dia.

Menurut Karjono, pembahasan revisi UU anti terorisme ini memang harus jeli. Hal inilah yang membuat pembahasan revisi UU tersebut belum rampung hingga sekarang. Revisi tersebut dibahas di komisi I dan III DPR RI.

Terpisah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan bahaya yang akan dialami Indonesia jika undang-undang antiterorisme tidak kunjung direvisi. menurutnya bukan tidak mungkin Indonesia jadi persaingan bom.

“Kalau masih undang-undang yang seperti itu, tunggu saja mereka berpesta di sini. Kita persaingan bom saja di sini. Prediksi saya seperti itu kalau undang-undang masih yang lama,” ujar Gatot di Jakarta, Kamis (1/6/2017) lalu.(Red)  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90