JAKARTA, SUARADEWAN.com – Praktek tindakan nepotisme masih saja terjadi di negeri ini, seperti yang dilakukan Jaksa Agung, H M Prasetyo yang telah mempromosikan anaknya sendiri sebagai Kepala Kejaksaan Negeri dinilai tidak normal. Nama Bayu Adhinugroho Arianto merupakan anak kandung dari orang nomor wahid di Kejaksaan Agung (Kejagung) dipromosikan menjadi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Gianyar, Bali.
Sesuai dengan keputusan Jaksa Agung nomor Kep-381/c/06/2017 tertanggal 16 Juni, Bayu dipromosikan bersama 94 jaksa lain. Bayu menggantikan posisi Diah Yuliastuti yang digeser menjadi Kejari Lamongan, Jawa Timur.
Promosi tersebut dinilai janggal karena Bayu mengalami lompatan karir yang tak biasa dan tidak wajar, sejak HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung.
Sebelumnya Bayu menjabat koordinator jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Menurut Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan bahwa memang ada kejanggalan dalam promosi jabatan anak Jaksa Agung tersebut.
“Kejanggalan itu muncul sejak Prasetyo menjadi Jaksa Agung. Ada loncatan karir yang cepat sejak 2 hingga 3 tahun belakangan,” kata Boyamin seperti yang sudah dilansir media.
Berdasarkan catatan MAKI, Bayu menjabat Kasubag Pembinaan Kejari Subang pada 13 Desember 2010 hingga 23 Desember 2011. Lalu, jabatan yang diembannya menjadi Kasi Intelijen Kejari Cibinong pada 23 Desember 2011 hingga 3 Februari 2014. “Kalau Ini masih normal,” ucapnya.
Namun, ironinya lompatan itu baru terlihat pada saat dia menjabat Kasi Tipidum Kejari Bale Bandung dari 3 Februari 2014 hingga 13 Mei 2015.
Tak menunggu waktu lama, setelah itu dia (Bayu) langsung menjabat sebagai koordinator jaksa di Kejati DKI Jakarta. “Baru setahun jadi Koordinator, langsung jadi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari). Itu yang tidak normal,” cetusnya.
Dari catatan tersebut, dapat dilihat bagaimana sejak Mei 2015 terjadi lompatan karir anak Jaksa Agung yang begitu cepat. Pada Mei 2015 itu, baru beberapa bulan Prasetyo memimpin Kejaksaan Agung. “Ini nepotisme namanya,” ungkapnya.
Memang jabatan koordinator jaksa merupakan pijakan sebelum menjadi Kajari. Namun, jabatan koordinator jaksa yang baru setahun itu patut dipertanyakan, ada apa terkait apa yang sudah dilakukan.
“Pasalnya, tidak ada kasus sedang dan besar yang ditangani anak Jaksa Agung tersebut atau setidaknya dua tahun menjadi koordinator,” ucapnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, bila Bayu pernah menangani kasus sedang dan besar, tentu pengalamannya cukup mumpuni. Namun, kondisi berbeda terhadap anak Jaksa Agung itu malah mejadi Kajari. Jadi wajar saja ada yang mempertanyakan.
Menurutnya, ini merupakan contoh buruk untuk jaksa. Dikarenakan jaksa-jaksa berprestasi lainnya tentu harus disingkirkan dengan memberi karpet merah pada anak Jaksa Agung. “Ini menjatuhkan mental jaksa-jaksa baik dan berprestasi,” tegasnya. (yp)