JAKARTA, SUARADEWAN.com – Sejak beberapa bulan terakhir, kepolisian meringkus sejumlah ulama, tokoh dan aktivis karena disanyalir telah merencanakan upaya menggulingkan pemerintahan secara inkonstutional melalui aksi massa bela islam.
Namun penangkapan atas tuduhan makar tak sedikit menuai kritik pedas. Bahkan muncul tuduhan sejumlah pihak yang mengatakan bahwa kepolisian melakukan kriminalisasi ulama.
Pada 2 Desember 2016 lalu, polisi menangkap sepulah orang secara terpisah. Mereka yang ditangkap adalah putri Presiden RI pertama, Rachmawati Soekarnoputri, musisi Ahmad Dhani, Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen, Ratna Sarumpaet, aktivis senior Sri Bintang Pamungkas, Jamran, Firza Husein, Adityawarman, Rizal Kobar, dan Eko.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar beralasan, penangkapan mereka didasarkan pada temuan dua alat bukti. Mereka terbukti melanggar Pasal 107 dan 110 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait rencana makar.
Menurut Boy, sepuluh orang tersebut bergerak dalam satu tim untuk menggulingkan Jokowi dengan cara mendompleng aksi damai 2 Desember 2016 atau ‘Aksi 212” yang dilaksanakan di Monumen Nasional.
Kemudian, pada 31 Maret 2017, aparat kepolisian kembali menangkap lima orang secara terpisah dengan tuduhan yang sama, yakni makar.
Salah satu diantaranya yang ditangkap adalah pentolan Forum Umat Islam (FUI), Muhammad Al Khaththath sesaat sebelum aksi 313 digelar. Sedangkan empat lainnya yaitu aktivis Zainuddin Arsyad, Wakorlap Aksi 313 Irwansyah, Panglima FSI Diko Nugraha, dan Andry. Al-Khaththath sendiri ditangkap di kamar 123 Hotel Kempinski, Bundaran HI, Jakarta Pusat.
Pasal Makar
Makar menjadi isu yang ramai diperbincangkan dalam beberapa bulan belakangan ini. Isu ini pertama kali muncul setelah kepolisian merilis nama-nama yang tergabung dalam satu kelompok yang hendak menjatuhkan pemerintahan Jokowi Widodo-Jusuf Kalla melalui aksi massa bela islam.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terdapat dua jenis makar, yaitu pertama, dalam makar terhadap keamanan negara; kedua, makar terhadap negara sahabat dan kepala negara sahabat serta wakilnya.
Sedangkan untuk kasus makar yang menjerat sejumlah ulama, tokoh dan aktivis dalam aksi bela islam masuk dalam makar yang diatur dalam pasal 107. Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun penjara.