JAKARTA, SUARADEWAN.com – Nasib naas dialami oleh platform media sosial bernama Telegram. Jumat, 14 Juli 2017, salah satu medsos mainstream ini diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) karena dugaan mengandung konten berbaya seperti radikalisme dan terorisme.
Terkait pemblokiran sepihak ini, warga dunia maya alias netizen tampak marah besar. Di Twitter, kemarahan serta kekecewaan tersebut membanjiri linimasa dengan tagar #Telegram.
“Pemerintah blokir Telegram? Mari ramai2 kita blokir pemerintah!” cuit akun @CondetWarrior.
Adapun soal dugaan konten berbahaya, kata netizen, cukup kiranya hanya dengan memfungsikan report.
“Ada fungsi report kalau masalah konten enggak sesuai. Kalau mau bisa tutup channel yang dianggap bahaya dengan lapor yant pihak Telegram kan? Lucu,” timpal akun @FendyGP.
Bahkan ada netizen yang menyangkan karena Telegram selama ini sangat membantu usahanya di dunia bisnis. Dan memang, fungsi Telegram ini cukup membantu dibanding media-media sosial lainnya, seperti grup bisa memuat banyak anggota.
“Bisa mengirim data kapasitas besar, bisa dibuka di beberapa device dengan mudah tanpa hilang data chat atau file,” ujar pengguna lainnya.
Tak tanggung-tanggung, ini pun direspons langsung oleh pihak Telegram sendiri. Pihaknya menanyakan kesalahan platform-nya sehingga harus diblokir.
“That’s strange, we have never received any requests/complaints from the Indonesian government. We’ll investigate and make an announcement,” ujar Founder Telegram Pavel Durov melalui akun Twitternya @durov.
Sebelumnya, Kemenkominfo menjelaskan pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
“Saat ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia apabila Telegram tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” papar Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan. (ms)