MANADO, SUARADEWAN.com – Meski telah berselang dua bulan pasca-operasi militer Filipina di Marawi, sejumlah ancaman teroris masih patut diwaspadai.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius pada acara sub regional meeting Foreign Terrorist Fighters (FTF) and Cross Border Terrorism yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) di Hotel Four Points, Manado, Sabtu (29/7/2017).
Pertemuan yang juga dihadiri delegasi dari Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Australia, dan Selandia Baru ini, menjadi kesempatan Suhardi berbicara banyak tentang upaya-upaya deradikalisasi pada paham tertentu.
“Kami memberikan masukan baik itu dari sisi mengenai bagaimana hard approach-nya, menjaga perbatasannya. Lalu juga sharing mengenai langkah-langkah yang kita laksanakan terkait program deradikalisasi, kontra radikalisasi, dan bagian lain mengenai pemecahan masalah terorisme,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini.
Dengan pendekatan deradikalisasi seperti itu, terang mantan Kapolda Jawa Barat ini, bahwa Indonesia secara tatanan hukum sudah terbilang lengkap. Sehingga itu yang menurutnya, Indonesia bukanlah tempat yang tepat bagi terorisme untuk membumikan pemahamannya.
“Di mana TNI dan Polri berbicara terkait hard approch-nya, Kemkominfo terkait mem-banned media sosial yang ada konten-konten radikalnya, Kemenkumham terkait memperkuat hukumnya, lalu ada juga PPATK terkait finance atau pendanaan jaringan teroris dan dari kita (BNPT) dengan program deradikalisasi dan kontra radikalisasi. Semua lengkap kita lengkap dalam memerangi terorisme,” lanjutnya.
Sehingga melalui hirarki kelembagaan keamanan di Indonesia seperti itu, ucap pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini, paham ISIS yang berada Indonesia bukanlah hal yang susah untuk ditaklukkannya.
“Karena kita semua sepakat untuk memerangi itu (ISIS),” ucapnya. (aw/si)