Hankam  

Ketegasan Muhamadiyah Menolak Ideologi Khilafah

YOGYAKARTA, SUARADEWAN.com – Muhammadiyah sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia tegas menyatakan komitmen kesetiaan dan cintanya pada NKRI dan menolak segala bentuk upaya yang ingin mengubah Indonesia menjadi negara syariah atau khilafah islamiyah sebagaimana yang digaungkan oleh kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) maupun teroris ISIS di luar negeri.

Komitmen pada NKRI itu disampiikan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang Tarjih dan Tabligh, Yunahar Ilyas saat membuka acara Refreshing dan Silaturahim Nasional Peningkatan Kualitas Mubaligh (PKM) Muhammadiyah, di University Hotel, Maguwoharjo, Yogyakarta, Jumat (5/5) lalu.

Dalam sambutannya itu, Yunahar menjelaskan lima poin tentang ideologi Muhammadiyah yang harus dipahami oleh para mubaligh.

Pertama, Muhammadiyah dalam memahami Islam berdasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah. Meskipun secara de facto Muhammadiyah adalah Ahlus Sunnah, namun Muhammadiyah tidak Tidak terikat dengan aliran teologis, madzhab fikih, dan tariqat sufiyah apapun.

Muhammadiyah menganut fikih manhaji, mementingkan dalil dibanding pendapat para imam mazhab. Paham agama dalam Muhammadiyah bersifat independen, komprehensif, dan integratif. Meskipun begitu, Yunahan menegaskan bahwa Muhammadiyah sama sekali tidak anti terhadap alirah theologi, mazhab, dan tasawuf.

Kedua, Muhammadiyah mencirikan diri sebagai gerakan tajdid. Tajdid yang diusung Muhammadiyah terbagi menjadi purifikasi dan dinamisasi. Keduanya harus berjalan seimbang. Purifikasi dalam hal akidah (pemurnian dari syirik), ibadah (pemurnian dari bid’ah), dan akhlak (pemurnian dari yang menyimpang). Sementara dinaminasi atau modernisasi dilakukan dalam hal urusan keduniawian. Sehingga ajaran Islam dapat diaplikasikan secara aktual dan fungsional. Oleh karena itu, kata Yunahar, bid’ah hanya ada dalam ibadah mahdhah, dalam wilayah budaya tidak ada bid’ah.

“Dalam Anggaran Dasar disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi mungkar, dan tajdid,” tukasnya.

Ketiga, Muhammadiyah memposisikan diri sebagai Islam moderat atau wasatiyah. Muhammadiyah tidak radikal dan tidak liberal. Muhammadiyah memegang teguh prinsip tawasut (tengah-tengah), tawazun, (seimbang) dan ta’adul (adil).

Muhammadiyah itu berkemajuan, dalam artian berorientasi kekinian dan masa depan. Muhammadiyah sedikit bicara banyak bekerja. Walaupun sedikit warganya tapi amal usahanya tumbuh di mana-mana, sehingga mandiri dan tidak bergantung pada kekuasaan. Menurut Yunahar, kemandirian ini menjadi pengokoh sikap independensi Muhammadiyah di hadapan penguasa.

Keempat, Muhammadiyah menjaga kedekatan yang sama dengan semua partai politik. Muhammadiyah bukan dan tidak berafiliasi kepada salah satu partai mana pun. Muhammadiyah menganut politik etis atau high politic atau politik adiluhung.

Kelima, Muhammadiyah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah tidak bertujuan untuk mendirikan negara syariah atau khilafah islamiyah. Dalam rangka mencapai tujuannya, Muhammadiyah lebih menggunakan pendekatan kultural dibandingkan dengan pendekatan struktural (kekuasaan). Dalam pendekatan kultural, Muhammadiyah mencerdaskan masyarakat dari bawah dengan dakwahnya yang berkemajuan, mencerahkan, dan membebaskan. (za/sm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90