SUARADEWAN.com – Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin temukan perushaan ilegal arang berbahan kayu Mangrove dalam inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan di Kepulauan Riau. Hasil Sidak tersebut mendapati sebelas gudang arang beroperasi.
Dalam rapat kerja Komisi IV dengan Eselon I KLHK dan jajarannya di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/2), Sudin sempat mempertanyakan mengenai apakah KLHK memberi izin terhadap aktivitas tersebut?
“Beberapa waktu lalu dalamsebuah rapat,saya pertanyakan, adakah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan izin untuk pembuatan arang dari kayu mangrove? Jawabannya tidak pernah ada. Waktu itu saya masih ingat, yang saya pertanyakan adalah masalah di Sumut. Ternyata, kemarin kami menemui sebelas gudang arang yang pembuatannya dari hutan bakau. Saya mendapat laporan di Sumatera, Kepri masih banyak gudang arang,” tuturnya.
Ia menyayangkan kebijakan tersebut, sebab setelah pemerintah membuat Badan Restorasi Gambut dan Mangrove tetapi di sisi lain tanaman mangrovenya ditebang. Menurutnya hal ini jika dibiarkan akan terjadi penggundulan hutan mangrove.
Dalam sidak tersebut juga ditemukan bukti surat izin nota angkutan yang menggunakan logo koperasi. Sudin akhirnya juga mempersoalkan terkait perizinan pengiriman mangrove dari pabrik pembuat arang yang lolos dari KLHK. Artinya bukan hanya soal izin operasi tapi juga distribusi.
Terkait dengan perizinan terhadap adanya pembuatan arang berbahan baku mangrove ini, Sekretaris Jenderal KLHK Bambang hendroyono menyatakan temuan ini akan menjadi catatan.
Sebelumnya juga telah ada arahan dari Ibu Menteri untuk mengevaluasi seluruh perizinan khususnya yang ada di hutan produksi yang berekosistem mangrove. Ia juga menyatakan KLHK telah mencabut perizinan kegiatan pemanfaatan hutan terhadap tiga perusahaan swasta sejak tahun lalu saat Presiden Jokowi mengarahkan untuk mangrove menjadi perhatian.
“Untuk masyarakat (yang mendapat perizinan kegiatan pemanfaatan hutan yang ada di hutan produksi yang berekosistem mangrove) kami memang sedang melakukan evaluasi lanjutan oleh Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) di seluruh ekosistem mangrove khususnya hutan produksi, ini memang benar-benar akan kami evaluasi. Apalagi, tadi ketika keluarnya kayu itu kami harus evaluasi dengan Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) menggunakan nota angkutan. Memang dalam sisi kebijakan ketentuan sahnya keluarnya kayu itu dengan nota angkutan. Tapi, kami juga harus hati-hati ketika nota angkutan itu tidak legal atau dibuat oleh pelaku-pelaku di lapangan. Tapi, paling tidak, hulu-hilir ini kami jamin bahwa evaluasi perizinan yang harus kita lakukan terhadap seluruh pelaku usaha yang berbasis mangrove yang punya legalitas pasti kami hentikan, dan kami evaluasi berhenti,” jelasnyapanjang lebar. (***)