JAKARTA, SUARADEWAN.com – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI menyiratkan adanya pertarungan antara Presiden RI Joko Widodo dengan Presiden AS Donald Trump. Pertarungan ini tersirat dalam sengketa PT Freeport Indonesia yang kini viral sebagai perbincangan publik.
Memang, garga saham Freeport-McMoRan Inc (NYSE: FCX) ini mengalami peningkatan pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45. Perusahaan yang berbasis di Arizona ini berhasil mengungguli SPDR S & P 500 ETF Trust (SPY) dan SPDR S & P Logam dan Pertambangan (ETF) (XME), yang mengalami peningkatan saham sebesar 6,8% dan 28,8%.
Satu hal yang membuat perkembangan dari pertambangan raksasa AS ini secara signifikan, karena Presiden AS Donald Trump menandatangani sebuah perintah eksekutif. Kebijakan tersebut berupa rencana belanja infrastruktur dalam hal meningkatkan ekonomi negara Amerika Serikat.
Meski Trump memberi peluang besar kepada pertambangan-pertambangan besar dunianya, unit usaha andalan Freeport-McMoRan Inc, PT Freeport Indonesia (PTFI) justru mengalami hal yang sebaliknya. Pertambangan raksasa di Indonesia ini justru tergunjang dan terjepit oleh kebijakan Presiden Joko Widodo.
Seperti diketahui, melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, pemerintah Indonesia meminta kepada PT Freeport Indonesia untuk menaati semua peraturan yang telah dikeluarkan. Salah satu kebijakan itu, yakni divestasi saham hingga 51%.
“Tidak ada pengecualian untuk divestasi, harus sampai 51%. Mau bangun smelter atau enggak bangun smelter, ya ada konsekuensinya,” tandas Jonan di awal Januari lalu.
Kebijakan ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batu Bara. Besaran saham itu meningkat dibanding aturan sebelumnya yang hanya 30% lantaran Freeport berinvestasi di tambang bawah tanah. Sedangkan dalam peraturan baru, kewajiban divestasi dipukul rata bagi semua penambang.
Kebijakan ini, menurut Satya Yudha, menyiratkan pertarungan antara Presiden Jokowi dengan Presiden AS Donald Trump. Mereka sama-sama punya kepentingan dalam rangka membela negara mereka masing-masing.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini mengatakan bahwa DPR akan mendukung pemerintah jika memang harus menyelesaikan kasus PT Freeport Indonesia ke arbitrase internasional. Baginya, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan karena Indonesia telah memiliki pengalaman sebelumnya.
“Kita pernah menang waktu Newmont menggugat ke arbitrase, negara harus berdaulat, harus berani dibanding,” tegas Satya di acara diskusi “Energi Kita” di gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2017).
Ia juga menuturkan bahwa dirinya setuju dengan ucapan Menteri ESDM yang mengatakan bahwa Freeport tidak boleh menggunakan karyawannya untuk dibenturkan dengan pemerintah.
“Negara kita, negara berdaulat. Benar seperti dikatakan Pak Menteri, jangan gunakan karyawan yang dibenturkan ke pemerintah,” ucap Satya.
Satya pun mengingatkan bahwa pemerintah memiliki pijakan, yakni Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 dalam bernegoisasi dengan Freeport. Dan dalam menerapkan UU Minerba, menurutnya, maka hilirisasi tak boleh terlambat.
“Tentu kami inginkan sambutan positif Freeport,” tambahnya. (ms)