DPR RI  

Komisi XI DPR: Wajib Lapor Kartu Kredit Bakal Ganggu Psikis Nasabah

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Johnny G. Plate menyayangkan kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, yang melanjutkan wacana mewajibkan seluruh bank dan lembaga penerbit kartu kredit untuk menyerahkan data transaksi nasabahnya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Politikus fraksi Nasional Demokrat menilai kebijakan yang akan dimulai setelah program pengampunan pajak berakhir 31 Maret 2017, akan berdampak besar bagi pertumbuhan industri perbankan nasional.

Menurut Johnny, diberikannya wewenang kepada DJP untuk mengintip data kartu kredit akan mempengaruhi psikologis para nasabah pemilik kartu kredit. Ia memprediksi, nasabah akan khawatir untuk bertransaksi menggunakan kartu kredit bahkan sampai menahan diri untuk berbelanja yang ujungnya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Kalau ini terjadi, kami khawatir dampaknya (ke perbankan) adalah ke kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL),” ujar Johnny dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rabu (29/3).

Selain memicu terbatasanya transaksi dengan kartu kredit dan berpotensi mengerek NPL, Johnny melihat, implikasi lanjutannya akan membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terbangun dari mimpinya mengurangi transaksi tunai dan meningkatkan transaksi non tunai.

Tak sampai di situ, Johnny juga meramalkan kebijakan itu akan berdampak negatif bagi industri ritel. Sebab, ia menilai selama ini banyak masyarakat yang tergiur menjadi nasabah kartu kredit lantaran bisa mencicil tagihan yang digunakan untuk berbelanja.

“Kalau pemakai kartu kredit membatasi belanja di ritel, tentu memberikan dampak pada kesehatan ritel itu sendiri dan juga memberikan dampak ke kualitas kredit ke perbankan sebagai debitur,” jelas Johnny.

Bersamaan dengan rencana ini, Johnny meminta OJK dan para pelaku di industri perbankan untuk segera berkoordinasi dengan pemerintah, khususnya DJP untuk membahas rencana ini dengan matang. Sehingga pemerintah bisa mendapatkan gambaran menyeluruh atas dampak yang mungkin ditimbulkan dari kebijakan tersebut.

Seperti diketahui, pemerintah melalui Surat Nomor S-119/PJ.10/2017 yang ditandatangani oleh Direktur Teknologi Informasi dan Perpajakan DJP Lusiani pada 23 Maret 2017 meminta 22 bank atau lembaga penyelenggara kartu kredit untuk memberikan data transaksi kartu kredit nasabah.

Data nasabah yang diminta DJP merupakan data pokok pemegang kartu kredit periode Juni 2016 sampai Maret 2017 untuk seluruh pemegang kartu kredit. Serta data transaksi kartu kredit periode Juni 2016 sampai Maret 2017 untuk seluruh pemegang kartu kredit.

“Informasi teknis mengenai jatuh tempo dan cara penyampaian data tersebut akan kami informasikan lebih lanjut,” ujar Lusiani seperti dikutip dari surat tersebut.

Meski demikian, DJP meminta nasabah tak perlu khawatir dengan rencana ini. Sebab, data kartu kredit hanya untuk kepentingan perpajakan yang dijaga kerahasiaannya.

“Kami minta masyarakat tidak perlu khawatir sepanjang sudah ikut amnesti dan sudah membayar pajak serta melapor Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan dengan benar,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Hestu Yoga Saksama. (ET)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90