JAKARTA, SUARADEWAN.com – Diksi ”Pemulangan” dinilai oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusi (Komnas HAM) terdapat salah kaprah yang dipahami oleh publik. Hal itu, terangnya membuat seakan pelaku tindak pidana terorisme dapat pulang tanpa proses hukum.
“Selama ini memang ada kekeliruan memahami penyelesaian dengan menggunakan diksi ‘pemulangan’,” ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, melalui pesan singkat, Rabu (12/2).
Oleh karena itu, pemulangan eks ISIS ini harus ditegaskan dengan penegakkan hukum terhadap mereka tetap berjalan, kecuali anak-anak dalam rombongan itu, penting untuk dilakukan.
“Jadi pemulangan bukan berarti lenggang kangkung begitu, tapi diproses secara hukum,” pungkasnya.
Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme dapat digunakan untuk menjerat mereka yang pernah menjadi kombatan ISIS. Di dalam UU tersebut terdapat dua pasal yang mengatur terkait hal itu, yakni pasal 12 A dan 12 B.
“Jika ikut pelatihan atau malah menjadi pelatih atau instruktur dalam pasal 12 B juga diancam hukuman maksimum 15 tahun,” katanya lagi.
Pemerintah sendiri telah memutuskan tak akan memulangkan WNI yang teridentifikasi sebagai mantan teroris lintas batas atau FTF. Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, sebanyak 689 WNI teridentifikasi bergabung sebagai FTF di berbagai negara di Timur Tengah, seperti Suriah dan Turki.
“Keputusan rapat tadi pemerintah harus beri rasa aman dari ancaman teroris dan virus-virus baru terhadap 267 juta rakyat Indonesia,” ujar Mahfud usai rapat terbatas terkait teroris lintas batas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2). (aw/rep)