JAKARTA, SUARADEWAN.com — Tak ada yang janggal jika nanti orang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menduduki kursi ketua DPR. Itu sesuai logika politik dan Pasal 427d UUMD3 (UU No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) hasil revisi 2018.
Hal itu sesuai akal sehat politik, dan kelaziman, karena PDIP adalah peraih kursi terbanyak di parlemen. Setidaknya begitulah taksiran sebelum penetapan kursi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) 10 Juli nanti.
Diperkirakan, dari hasil Pileg 2019 ini PDIP menduduki 128 kursi (22,26 persen dari 575 kursi di Senayan). Dalam Pileg 2014, PDIP juga mayoritas: nongkrong di 109 dari 560 kursi.
Kenyataannya saat itu orang partai cap banteng tak dapat pos speaker of the house of representatives. Dalam Pilpres 2014, PDIP bersama empat partai lain, adalah pengusung dan pendukung capres Joko “Jokowi” Widodo dan Jusuf Kalla. Wadah itu berlabel Koalisi Indonesia Hebat (KIH) — PDIP, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasional Demokrat, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.
Pada 2014 Jokowi menang pilpres, tapi kutub seberang, Koalisi Merah Putih (KMP) — Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Golongan Karya, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang, dan Partai Demokrat), berisi tujuh partai pengusung dan pendukung kandidat Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, menguasai 51,9 persen suara di DPR.
Lantas KMP bikin manuver. Salah satunya: Ketua partai peraih suara terbanyak tak otomatis jadi ketua DPR. Maka orang Golkar pun jadi ketua – dari Ade Komaruddin, Setya Novanto, hingga Bambang Soesatyo.
Proses politik pasca-2014 akhirnya menjadikan capres petahana Jokowi dalam Pilpres 2019 didukung sepuluh partai yang bergerombol dalam Koalisi Indonesia Kerja. Lima dari sepuluh partai itu tak dapat tiket ke Senayan.
Tiga bulan sebelum Pemilu 2019, UU MD3 direvisi. Tak ada Ketua parlemen hasil pemilihan. Pasal sisipan mengatur hasil Pemilu 2019 menjadi patokan kursi ketua: “pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR”.
Siapa banteng yang bakal jadi ketua parlemen?
Kencang terdengar Puan Maharanilah orangnya. Golkar, melalui Ketua DPR Bambang Soesatyo, mendukungnya. Namun Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno di Jakarta kemarin (30/6/2019) bilang tergantung ketua umum partai (via detikcom). Ketum itu adalah Megawati Soekarnoputri, mamanya Puan.
Pernah Rp 108 per suara
Anggap saja soal komposisi di DPR sudah jelas. Lalu soal dana bantuan pemerintah, tahunan, untuk partai di DPR juga boleh dianggap jelas. PDIP bakal dapat terbanyak: Rp 27,05 miliar. Lalu Gerindra di bawahnya: Rp 17,59 miliar. Kisaran angkanya segitulah.
Ihwal bantuan pemerintah untuk dana operasional partai itu diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2018, yang diundangkan 4 Januari. Untuk perolehan suara di DPR, partai dapat ganjaran Rp 1.000 per suara sah (SS).
Sedangkan untuk perolehan DPRD provinsi, harga tunjangan untuk partai adalah Rp 1.200 per SS. Lalu untuk perolehan di DPRD kota dan kabupaten dapat Rp 1.500 per SS.
Seribu rupiah. Sedikit atau banyak? Angka ini sudah naik hampir sepuluh kali lipat. Sebelumnya cuma Rp 108 per SS. Berlaku selama 20 tahun terakhir.
Dalam parlemen yang hampir tamat masa terbitnya itu, jika berpijak pada aturan lama, PDIP dapat Rp2,5 miliar. Namun dengan PP 1/2018 tadi, PDIP hasil Pileg 2014 bisa mengantongi Rp 23,68 miliar. Pemerintah harus merogoh Rp 124 miliar untuk partai.
Ketika soal dana ini dibahas pada 2017, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengingatkan, pengelolaannya harus transparan.
Berikut Perkiraan Dana Bantuan Pemerintah untuk Partai di DPR RI:
- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Perolehan Suara: 27.053.961, Jumlah Bantuan/ tahun: Rp 27,05 miliar
- Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Perolehan Suara: 17.594.839, Jumlah Bantuan/ tahun: Rp 17,59 miliar
- Partai Golongan Karya (Golkar), Perolehan Suara: 17.229.789, Jumlah Bantuan/ tahun: Rp 17,22 miliar
- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Perolehan Suara: 13.570.097, Jumlah Bantuan/ tahun: Rp 13,57 miliar
- Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Perolehan Suara: 12.661.792, Jumlah Bantuan/ tahun: Rp 12,66 miliar
- Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Perolehan Suara: 11.493.663, Jumlah Bantuan/ tahun: Rp 11,49 miliar
- Partai Demokrat, Perolehan Suara: 10.876.507, Jumlah Bantuan/ tahun: Rp 10,87 miliar
- Partai Amanat Nasional (PAN), Perolehan Suara: 9.572.623, Jumlah Bantuan/ tahun: Rp 9,57 miliar
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Perolehan Suara: 6.323.147, Jumlah Bantuan/ tahun: Rp 6,32 miliar. (sd)