Langgar Kode Etik UU MD3, Kotak Laporkan Fahri, Fadli, dan Pansus Hak Angket KPK

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Tolak Hak Angket KPK (Kotak) akhirnya melaporkan Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah dan Fadli Zon dari Fraksi Partai Gerindra. Bersama 23 anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK lainnya, mereka dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Kotak, terdiri dari Tangerang Public Transparency Watch, Indonesia Corruption Watch, Lembaga Bantuan Hukum Pers, Pusat Bantuan Hukum Indonesia, Pusat Pendidikan Antikorupsi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, dan Indonesia Budget Center, secara utama melaporkan Fahri dan Faldli lantaran dianggap telah melanggar kode etik dalam pengajuan hak angket KPK.

“Subtansi hak angket bertentangan dengan UU MD3,” terang Koordinator Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Meski laporan sudah diterima staf Sekretariat MKD DPR, namun masih ada beberapa hal yang perlu diengkapi. Kotal, selaku pelapor, diminta untuk melengkapinya dalam kurun waktu 14 hari ke depan.

Diketahui, Fahri dan Fadli memang terlibat langsung dalam penyusunan dan pembentukan hak angket. Fahri memimpin rapat paripurnanya dan mengesahkan hak angket sebagai usulan resmi DPR. Adapun Fadli, dilaporkan karena tetap memproses pembentukan struktur Pansus angket yang sama sekali tidak representatif.

“Kami datang ke sini dengan keyakinan laporan akan diproses. Bila tidak ditanggapi, itu mengamini asumsi publik yang negatif, yakni DPR tidak antikorupsi,” tambah Julius.

Uniknya, saat mendatangi MKD, anggota Kotak menggunakan masker penutup mulut. Ini menjadi semacam simbol bahwa ada aroma tak sedap di dalam Pansus Hak Angket KPK, sehingga penggunaan masker pun dinilai sebagai penghadang aroma tak sedap tersebut.

“Kami pakai masker seabgai simbol karena kami mencium bau tidak sedap terkait hak angket KPK. Kami ingatkan lagi kepada anggota dewan, jangan menjadikan hak angket ini untuk kepentingan kelompok dan pribadi jika ingin masih dipercaya publik,” tegas peneliti ICW Tibiko Zabar. (ms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90