JAKARTA, SUARADEWAN.com – Sejauh ini pemerintah masih berupaya menggalang masukan dari berbagai pihak terkait revisi UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (ormas).
Hal tersebut dilakukan agar revisi yang dihasilkan mencakup segala aspek. Itu disampaikan oleh Direktur Organisasi Masyarakat Direktorat Jenderal Politik dan Hukum (Ditjen Polpum Kemendagri) Laode Ahmad P Balombo, seusai diskusi yang bertema “Urgensi Revisi UU No.17 tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat” yang digelar di Kantor Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), di Jakarta Selatan, Senin (13/3/2017).
“Selain dari pihak kementerian/ lembaga, daerah, juga dari para unsur unsur masyarakat,” ujar Laode.
Menurut Laode, dengan situasi dan kondisi saat ini, revisi aturan terkait ormas belum menjadi prioitas.
“Kami menyesuaikan agenda-agenda yang menjadi prioritas nasional, dalam konteks penyusunan regulasi kan ada prolegnas. kami lakukan kajian dahulu secara nasional,” terang Laode.
Laode melanjutkan, UU yang berlaku hari ini dinilai tidak tegas terhadap ormas yang melakukan pelanggaran. Diharapkan ke depan terkait sanksi harus lebih tegas. Bagi ormas yang melakukan pelanggaran, dilakukan upaya persuasif kemudian diberikan sanksi administratif berupa peringatan pertama. Sanksi administratif ini berlaku dalam kurun waktu tertentu, misalnya 30 hari.
Jika dalam kurun waktu tersebut ormas kembali melakukan pelanggaran, maka diberikan peringatan kedua. Namun jika dalam kurun waktu tersebut ormas tidak mengulang pelanggaran, maka sanksi peringatan pertama yang sebelumnya diberikan akan gugur.
Jika ormas melakukan pelanggaran kembali, tetapi telah melewati batas waktu, maka sanksi pertama dianggap gugur. Ormas yang melanggar tersebut akan kembali mendapatkan peringatan pertama. Dengan aturan ini, tahapan memberikan sanksi terhadap ormas menjadi panjang dan sulit.
“Ke depan, (banyak) pemikiran dan masukan yang ingin (sanksi tegas) prosesnya tidak terlalu panjang,” kata dia. (ET)