SUARADEWAN.com – Film Last of Us memiliki pembukaan dengan mengambil Kota Jakarta sebagai latarnya. Film yang debutnya dirilis tujuh tahun lalu tersebut, kini sekuelnya meledak di HBO. Berikut game dari film tersebut juga mendapat atensi cukup besar.
Tetapi, latar Jakarta dalam film tersebut tidak mengambil lokasi syuting di Jakarta. Pengambilan gambar lokasi Jakarta dilakukan di Kanada.
Christine Hakim, dan beberapa pemain pada babak pembuka Last of Us cukup memancing minat penonton Indonesia. Setelah sekian lama pemain depan layar Iko Uwais cs saja yang mampu menembus Holywood.
Lalu, mengapa latar Jakarta justru mengambil lokasi di Kanada?
Odo Manuhutu, Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengatakan perizinan yang alot menjadi alasan produser tidak melakukan pengambilan gambar latar di Jakarta.
“Film The Last of Us viewers-nya mencapai 18 juta. Salah satu adegannya di Jakarta. Dengan artisnya, Christine Hakim. Tapi syutingnya di Kanada. Salah satu penyebabnya adalah proses perizinan yang panjang,” jelas Odo Manuhutu di saat menghadiri Laporan Transparansi dan Akuntabilitas Bank Indonesia di Jakarta (31/1/2023).
Odo mengatakan pihak Kementerian Pariwisata mempunyai 3 tantangan dalam meningkatkan konsumsi pariwisata dalam negeri. Yakni perizinan, insenif, dan kualitas infrastruktur dan aksesibilitas.
Odo Manuhut mengatakan pengambilan gambar latar Jakarta dalam film Last of Us diperkirakan mengikutsertakan 30.000 orang. Dan ini menyebabkan perizinan yang tidak mudah.
Paling tidak hal tersebut melewati 8 tahap yang memakan waktu lama. Bisa jadi perizinan baru keluar sehari sebelum tanggal pelaksanaan. Hal ini tentu saja tidak dikehendaki oleh produser. Hal yang sama dialami para promotor pertunjukan, sehingga membuat promotor enggan mengadakan pagelaran di Indonesia. Padahal, Indonesia mempunyai pasar cukup besar.
“Ini mengakibatkan banyak orang Indonesia bepergian ke Singapura, Australia, Bangkok, karena konser-konser lebih banyak diselenggarakan di Singapura daripada di Indonesia karena untuk promotor mendapatkan kualitas event yang bagus membutuhkan proses yang lama,” lanjut Odo Manuhutu.
Kini, Kementerian Pariwisata sedang membenahi terkait hal tersebut dan berencana membuat layanan satu pintu, sehingga memberikan ruang yang lebih menguntungkan untuk menumbuhkan peluang kerja dan pendapatan dalam dunia pariwisata. ***