JAKARTA, SUARADEWAN.com – Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, menilai hak angket KPK oleh DPR RI itu tidak jelas dasar pertimbangannya.
Sebab, kata Ray, prinsip utama dari usulan hak angket adalah jika ada ketentuan yang melanggar perundang-undangan dan juga merugikan rakyat Indonesia. Padahal, kenyataannya, hak angket KPK ini bermula dari DPR yang menginginkan rekaman pembicaraan mantan anggota DPR RI Miryam S Haryani dengan KPK.
“Itu dasar angket. Nah pertanyaannya, apa langkah pemerintah yang salah dan apa kerugian terhadap rakyat Indonesia?” kata Ray beberapa waktu lalu.
Ia melanjutkan, objek dari hak angket itu dalam aturannya hanya ditujukan pada pemerintah, bukan pada lembaga otonom seperti KPK.
Namun akan lain ceritanya, sambung Ray, jika DPR mengindikasikan ada pelanggaran hukum atau ada tindakan tidak adil yang dilakukan KPK pada masyarakat.
“Dan masalah objeknya kok KPK. KPK itu kan lembaga otonom, tidak bersamaan dengan pemerintah. Kalau misalnya KPK ada tidakan melenceng, melanggar UU, alasan hak angket masih bisa didiskusikan,” tukasnya.
Karena itulah menurut Ray, hak angket KPK ini sejak awal memang tidak jelas pertimbangan hukumnya, melainkan yang jelas hanya intervensinya saja.
“Sedari awal juga tidak ada penjelasan adanya indikasi pelanggaran hukum sehingga DPR mengusulkan hak angket. Angket kok enggak jelas pertimbangan hukum dan apa pelanggarannya,” pungkasnya. (za/ak)