JAKARTA, SUARADEWAN.com – Melalui SK No. 26/MBU/02/2017, Menteri BUMN Rini Soemarno resmi memberhentikan Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama dan Ahmad Bambang sebagai Wakil Direktur Utama PT. Pertamina (persero). Sebagai pemegang saham, ia juga menghapus nomenklatur Wakil Dirut karena dinilai berbuah dualisme di tubuh pimpinan.
Selanjutnya, Dewan Komisaris Pertamina menunjuk Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani sebagai Plt. Dirut berdasarkan senioritas. Dirut definitif baru akan ditetapkan dalam 30 hari sejak pemberhentian Dwi Soetjipto.
Menurut Komaidi Notonegoro, nahkoda baru PT. Pertamina haruslah sosok yang mampu mencipta solidaritas/kekompakan dalam membangun. Dan yang paling penting, sosok nahkoda baru ke depan harus dapat mengamankan energy BUMN dari gerogotan para penjahat/mafia migas.
“Yang paling utama dibutuhkan Pertamina adalah kerja tim dan sinergi. Pertamina sudah memiliki peta jalan 2025 yang harus dicapai,” ujar Direktur Eksekutif Reforminer Insitute itu.
Sebagai tambahan, Komaidi juga mengharapkan agar figure pimpinan Pertamina juga harus memenuhi beberapa kriteria, seperti kepemimpinan yang kuat, memahami teknis permasalahan energi nasional, serta cakap dalam berkomunikasi lintas sektor, termasuk secara politik.
“Harus CEO plus. Tidak hanya CEO perusahaan migas, tapi harus punya kemampuan berkomunikasi secara politik karena Pertamina ini unik, harus cari untung, tapi punya bisnis PSO (subsidi),” lanjutnya.
Adalah relevan memang untuk Pertamina menghadirkan pemimpin yang multi-talent. Hal ini penting mengingat kegaduhan yang sempat melanda Pertamina di mana celah bagi para mafia migas kala itu sangat luas. Dan untuk itulah dibutuhkan pemimpin yang anti-mafia, yang mampu menutup ruang gerak mereka ke lini bisnis ekspor-impor minyak dan produk-produk turunannya.
Adapun soal penghapusan nomenklatur Wakil Dirut, menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Narullah Zubir, hal ini tepat guna menghindarkan kegaduhan di tubuh Pertamina yang terjadi sejak diperbelakukannya posisi tersebut pada Oktober 2016.
Seperti diketahui, perubahan nomenklatur belakangan ini memantik terjadinya dualisme kepemimpinan di tubuh perusahaan pelat merah tersebut. Seperti kasus adu argumentasi antara mantan Menko Maritim Rizal Ramli dan mantan Menteri ESDM Sudirman Said dulu, yang mana Presiden Jokowi memutuskan untuk memberhentikan keduanya, hal inilah yang juga dipandang perlu di tubuh Pertamina.
“Di Pertamina seperti itu juga. Kalau gaduh, ya dua-duanya harus dicopot,” ucap Inas.
Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Mukhtasor juga berpendapat senada. Bahwa posisi Wakil Dirut itu terkesan dimanipulasi. Ia menduga ada pihak yang terganggu dengan kinerja Dwi Soetjipto. Karena itu, ia menghimbau agar Presiden Jokowi turun tangan.
“Presiden harus segera melakukan evaluasi agar Pertamina tidak menjadi bancakan kelompok kepentingan. Pertamina harus kuat untuk menuju kemandirian dan ketahanan energi nasiona,” paparnya. (MS)