Hankam  

Merespon Gerakan Separatis di Papua

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Gerakan pemisahan diri (separatisme) masih menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kegagalan pemerintah menciptakan kesejahteraan ekonomi dan pembangunan yang merata menjadi pemicu utama lahirnya aksi separatis di berbagai daerah Indonesia, seperti munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Dua organisasi tersebut menuntut kemerdakaan dari Indonesia guna mendapatkan kedaulatan atas wilayahnya masing-masing. Baik GAM maupun OPM menempatkan isu kesenjangan ekonomi dan pembangunan yang tidak merata dalam porsi besar sebagai motivasi gerakan separatisme.

Meski pada akhirnya GAM dan Pemerintah Indonesia bersepakat melakukan genjatan senjata dan mengakhiri konflik berkepanjangan melalaui MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005, aksi separatis masih terus membayangi keutuhan NKKRI. Terutama yang muncul dari gerakan OPM di Papua yang hingga detik ini masih menggaungkan tuntutan untuk merdeka.

Proyek Pemerintah Mensejahterakan Papua

Pemerintah sejauh ini masih mengupayakan penanganan separatisme di Papua melalui pendekatan kesejahteraan. Salah satunya dengan menganggarkan dana senilai triliunan rupiah untuk membangun infrastruktur jalan untuk menghubungkan daerah-daerah di pedalaman Papua.

Pemerintah menargetkan pembangunan jalan trans papua sepanjang 4.325,190 kilometer pada tahun 2016. Dan pada tahun 2017 sepanjang 176,10 kilometer akan dibangun. Pembangunan ini diperkirakan rampung pada 2018 mendatang.

“Jalan Trans Papua, targetnya 4.325,10 kilometer,” ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono di Kantor Kepala Staf Presiden, Jakarta, Kamis (27/10/16) lalu.

Namun upaya pemerintah lewat pendekatan kesejahteraan sepertinya tidak serta bisa menekan aksi kekerasan di Papua. Rentetan kekerasan terus terjadi. Pembunuhan, penculikan, hingga penangkapan masyarakat sipil masih terjadi.

Jalan Trans Papua Sedang Dikerjakan

Aktivis Papua Merdeka Filep Karma menyebut, yang dibutuhkan masyarakat Papua saat ini bukanlah Infrastruktur, melainkan jaminan keamanan dan jaminan kebebasan berekspresi serta menyatakan pendapat.

“Kami tidak butuh Infrastruktur. Kami enggak minta jalan, kami jalan kaki pun enggak apa-apa,” kata Filep di Kantor Setara Institute, Jakarta, Selasa (25/10/16) lalu

Dirinya bahkan menuding infrastruktur yang dibangun pemerintah Jokowi bukan ditujukan untuk rakyat papua, melainkan hanya untuk kepentingan investor. Ia bahkan mencurigai pembangunan infrastruktur  seperti jalan dan bandara dibuat untuk memudahkan operasi militer.

“Ini memudahkan untuk operasi militer. Jadi ada operasi cepat,” kata dia.

Dalam rilis data yang dikeluarkan Setara Institut, setidaknya hingga September 2016 terjadi 45 peristiwa yang masuk kategori pelanggaran HAM. Dengan rincian, penangkapan terhadap 2.293 warga Papua, pembunuhan terhadap 13 orang, dan penembakan 61 rakyat Papua. Pelakunya pun dari berbagai kalangan mulai dari tentara, polisi hingga sayap militer OPM.

Next

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90