MIFF Expert Talks : Oman Menjadi Pembelajar yang Cerdas Dalam Perbankan Syariah

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Mata Garuda Institute (MGI) gelar MIFF expert Talk dengan tema “Issues of Islamic Banking & Finance–Oman Experiences and Its Implication to Indonesia” yang bertempat di ruang Intergritas LPDP Gedung Ali wardhana Lt. 2 Kemenkeu, Jl. Lap. Banteng Timur No.1 Jakarta,  pada Sabtu (14/10).

Dalam kesempatan itu, MGI menghadirkan pembicara dari Head of Sharia Audit, Oman Arab Bank Muhammad Iman Sastra Mihajat, Ph.D. Ia kemudian banyak sharing tentang pengalaman bekerja di salah satu perbankan Syariah di Oman.

Menurutnya, sistem kerja di Oman sangat berbeda di Indonesia. Ketika kerja di kantor maka semua akan dihabiskan di kantor. Tak ada sistem untuk memberatkan karyawannya kejar deadline sehingga mesti menghabiskan jam istrahat di rumah untuk kerjaan kantor.

“Begitu nyamannya bekerja disana dimulai dari waktu kerja yang hanya 8 jam sehari tanpa perlu membawa pekerjaan pulang ke rumah, kesempatan menghabiskan waktu yang cukup banyak bersama keluarga, jatah cuti yang cukup lama, gaji yang sangat layak, dll. Maka, terlakasanalah pembagian waktu 24 jam sehari yang ideal menurtu Imam Syafi’i: 1/3 untuk bekerja, 1/3 untuk ibadah, 1/3 untuk keluarga,” ungkap Iman Sastra.

Namun sesi sharing tak lama berlangsung, MIFF expert Talks kembali membicarakan beberapa isu mengenai perbankan syariah yang menurut Iman mengalami perkembangan yang pesat di beberapa negara terlebih di Oman.

“Dibandingkan dengan Indonesia yang telah berdiri sejak 25 tahun lalu dengan market share yang tak jauh dari angka 5%, Oman dapat dikatakan ‘bayi akselerasi’ dalam industri ini. Oman baru berdiri pada awal tahun 2013, namun hanya dalam waktu kurang dari 5 tahun tersebut dan tanpa adanya perpindahan bank konvensional ke bank syariah, market share perbankan syariah bisa mencapai 12% padahal Bank Sentral Oman menargetkan market share 10% pada tahun 2020” ujar Iman Sastra.

Baca juga:

Iman Sastra kemudian memaparkan rahasia Perkembangan Industri keuangan di Oman yang begitu pesat. Hal tersebut disebabkan beberapa hal, Pertama, persiapan yang matang dengan modal semangat untuk terus belajar.
Berada di kawasan Timur Tengah yang mayoritas telah lebih dulu mengembangkan perbankan syariah.

“Oman tidak melewatkan kesempatan emas tersebut untuk belajar banyak dari negara-negara tetangga. Mereka tidak ragu untuk merekrut ahli-ahli dan profesional yang telah memiliki pengalaman minimal 5 tahun dan telah memiliki kualifikasi PhD/Professor untuk berbagi pengalaman dan merancang sound regulatory system. Perekrutan dilakukan dengan sangat objektif, memperhitungkan dengan cermat kapasitas seseorang tanpa melihat background/siapa yang ‘membawa’ orang tsb” Imbuh Iman Sastra.

“Oman menjadi pembelajar yang cerdas dengan mengambil hal-hal yang baik seperti Oman yang tidak mengambil bai’ al-ina yang kontroversional di Timur Tengah ataupun tawarruq di Malaysia yang banyak dikritik dalam dunia perbankan” lanjutnya.

Kedua, Oman juga menerapkan pentingnya sense of competitiveness. “Sebagai seorang pembelajar, kompetisi dan kompetitor memiliki peran yang penting dalam proses pembelajaran dan penyemangat untuk menjadi yang lebih baik. Mengambil contoh Malaysia, mereka dapat maju seperti saat ini karena terus merasa bersaing dengan Singapura. Begitu juga dengan perbankan syariah di Oman, mereka terus meningkatkan kapasitas diri dengan didorong semangat untuk terus berkompetisi dengan Emirates” terang Iman.

Terkait Shariah Governance dalam perbankan syariah, di tingkat nasional Oman memiliki Dewan Pengawas Syariah Tertinggi – High Syariah Service Authority yang berwenang mengeluarkan fatwa jika terjadi perselisihan pendapat antar bank syariah. Lalu kemudian di tingkat institusi, perbankan syariah di Oman memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berkedudukan sejajar dengan Dewan Komisaris, untuk menjaga independensi dan meningkatkan bargaining power ketika DPS mengambil keputusan yang mungkin tidak sejalan dengan Dewan Direksi.

Sementara, dibawah pengawasan DPS dibentuk Internal Shariah Review Division. Untuk full-fledged bank syariah, kepala divisi ini berkedudukan sejajar dengan Dewan Direksi, sedangkan non full-fledged berada di bawah Dewan Direksi. Yang boleh melakukan audit atas divisi ini hanya auditor eksternal yang memiliki pemahaman terkait Syariah, sedangkan pihak auditor internal tidak memiliki wewenang.

“Ada 4 Unit yang berada dalam Internal Shariah Review Division yaitu Shariah Compliance Unit, Shariah Risk Unit, Shariah Audit Unit, Shariah Research Unit” ungkap Iman Sastra.

Iman Sastra menambahkan Shariah Research Unit dalam perbankan syariah di Oman memiliki peran penting untuk menjadi penggerak inovasi dalam industri ini. Begitu juga yang diharapkan dapat menjadi sumbangsih pihak akademisi. Untuk itu, akademisi harus membangun kerjasama yang lebih dengan industri, agar penelitian yang dilakukan dapat benar-benar diterapkan dalam praktek aktual perbankan syariah”. (AW)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90