JAKARTA, SUARADEWAN.com – Mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama (GP Ansor) Nusron Wahid menegaskan tujuan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).
Menurutnya, Perppu Ormas tersebut tidaklah hendak membungkam umat Islam atau pun ormas Islam, melainkan hendak melawan mereka-mereka, ormas yang anti terhadap ideologi bangsa Indonesia Pancasila.
“Hari ini ada kelompok yang mengkampanyekan khilafah islamiyah, bukan khilafah Indonesia, bukan ad daulatul Indonesia, tapi khilafah islamiyah. Jadi, yang dilawan dalam Perppu ini bukan umat Islam, bukan ormas Islam, tetapi yang dilawan ini adalah ormas, manusia, siapa pun yang tidak setuju dengan Pancasila, tidak setuju dengan NKRI, tidak setuju dengan cita-cita bangsa Indonesia dalam rangka menjalankan konsensus bersama yang kita sebut dengan mitsaqan gholidhon Pancasila,” terangnya di salah satu acara TV, Indonesia Lawyers Club (ILC).
Nusron juga menyinggung soal pernyataan bahwa di Indonesia tidak ada ormas yang dikatakan bertentangan dengan Pancasila. Hal ini sebagaimana juga sering digembar-gembor oleh aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengklaim bahwa ormasnya tidaklah anti-Pancasila.
“Kalau dikatakan ada ormas yang anti atau bertentangan dengan Pancasila, kenapa tidak mendeklarasikan diri saja bahwa organisasi, katakanlah HTI, berkampanye tentang khilafah islamiyah, kenapa tidak berkampanye tentang ad daulatul Indonesia, kenapa khilafah islamiyah?” terangnya.
Selanjutnya, ia juga menyoal tentang Perppu yang disebut tidak punya asbabun nuzul, tidak ada kegentingan yang memaksa sehingga Perppu Ormas tidak harus diterbitkan.
“Kalau seperti itu, kenapa kok kampanye khilafah islamiyah tidak disebut sebagai kegentingan yang memaksa?” ungkap Nuzron.
“Dulu, katakanlah HTI masih dianggap kecil. Dulu, PKI yang anti-Pancasila juga semula kecil. Karena dibiarkan, kemudian berjuang, agitasi, kampanye, menjadi kekuatan nomor 4 Pemilu 1955 karena dibiarkan. Jadi menurut saya, Peprpu ini sebagai bentuk strategi negara untuk membentengi negara dari ancaman yang nyata, terhadap masa depan ideologi negara dan konsensus bersama yang telah disepakati bersama, kesepakatan agung yang bernama Pancasila, NKRI, UUD 45, dan Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya lebih lanjut.
Kalau memang HTI mengakatan dia mendukung Pancasila, NKRI, UUD 45, tambah Nuzron, HTI lebih baik minta maaf.
“Saya selama ini salah menafsirkan khilafah islamiyah di Indonesia. Karena itu clear urusan, kembali kepada jalan yang benar, yaitu ad daulatul Indonesia, negara Indonesia, bukan khilafah islamiyah,” tegasnya.
Jika hal ini terus dibiarkan, bagi Nusron, bangsa Indonesia sendirilah yang akan kerepotan. Jadi, harapnya, kita tinggal bagaimana mengedepankan monotafsir tentang Pancasila itu sebagai hal utama yang patut kita atasi bersama.
“Saya kira kita sudah punya common platform. Barangsiapa yang tidak setuju terhadap konsensus bersama yang bernama Pancasila itu, adalah suatu bentuk pengingkaran terhadap suatu konsensus negara ini. Karena kita semua mengatakan Pancasila adalah final,” terangnya kembali.
“Kalau Pancasila sudah kita katakan final, ya sudah, ayo kita kembali kepada fundamental dasar bangsa Indonesia yang sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini yang di dalamnya termasuk ulama-ulama besar,” pintanya.
Tapi jika kemudian Pancasila ini berusaha diganti dengan khilafah islamiyah, lanjut Nusron, apakah kemudian ulama-ulama terdahulu yang ikut merumuskan bangsa ini, merumuskan Pancasila, merumuskan UUD 45, tidak mengerti tentang Islam dan juga tidak mengerti tentang khilafah?
“Jangan dikira Prof. Dr. H. Agussalim (salah satu ulama pendiri bangsa) dan yang lain itu tidak mengerti tentang khilafah. Mereka ngerti. Cuma memilih Pancasila, bukan memilih khilafah, dan itu dijadikan sebuah konsensus,” pungkasnya. (MS)