Pekerja Kapal Ikan Migran Indonesia Tak Terlindungi Regulasi

Para pekerja kapal pencari ikan atau AKP yang sedang berada di kapal ikan Taiwan. Foto: Mongabay.

SUARADEWAN.com – Peneliti Destructive Fishing Watch (DFW), Imam Trihatmaja, mengatakan bahwa hingga saat ini permasalahan para pekerja kapal pencari ikan, banyak yang belum terpecahkan.

Salah satu permasalahannya adalah sistem pengupahan yang belum bisa dikatakan adil. Misalnya di Muara Baru, Jakarta Utara, upah pekerja kapal pencari ikan berkisar 900ribu hingga 1,3 juta rupiah per bulan. Padahal UMP DKI Jakarta sudah mencapai 4,6 juta rupiah.

Imam Trihatmaja mengatakan lebih lanjut bahwa karena sistem pengupahan pekerja kapal pencari ikan yang belum adil tersebut, maka menjadi ABK domestik menjadi pilihan terakhir.

Sebaliknya, iming-iming dari kapal pencari ikan, misalnya dari kapal Taiwan, berupa upah senilai 8,2 juta rupiah tentu memikat para calon pekerja kapal.

Namun, para pekerja tidak serta merta menerima upah penuh tersebut. Imam mengatakan sepanjang 2022 ada 20 aduan pelanggaran ketenagakerjaan yang dilaporkan ke National Fisher Center (NFC).

Aduadntersebut umumnya karena pengupahanyang tidak layak. Sebanyak 40% laporan adalah tentang gaji yang tidak dibayarkan dan pemotongan upah. Dan 25% berkaitan dengan penipuan.

Tumpang tindihnya peraturan untuk melindungi hak para pekerja kapal dinilai oleh Koalisi NGO untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL). Koalisi dari 9 organisasi ini mengatakan banyak celah dari regulasi pemerintah dapat dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab.

Dikutip dari Mongabay (30/12/2022), tata kelola rekrutmen dan penempatan pekerja kapal migran harus diperbaiki oleh pemerintah. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90