JAKARTA, SUARADEWAN.com – Pengamat politik dari Konsepindo Researc dan and Consulting, Veri Muchlis Arifuzzama ikut menanggapi polemik pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang saat ini digaungkan oleh pemerintah.
Menurut Veri, sebagai negara hukum, pembubaran organisasi masyarakat (ormas) apapun haruslah melalui mekanisme peradilan, yakni dengan melayangkan gugatan ke pengadilan.
“Segala tindakan hukum di negara hukum harus dilakukan melalui jalur hukum. Aparat penegak hukum melakukan tindakan hukum, membawanya ke pengadilan. Itulah jalan demokrasi,” sebut Veri dalam keterangan persnya yang diterima SuaraDewan.com, Jumat (12/5/17).
Veri menegaskan, meskipun dalam proses peradilan nanti HTI terbukti akan melakukan tindakan makar seperti yang dituduhkan pemerintah selama ini, prinsip praduga tak bersalah tetap harus dijunjung tinggi sebagai bagian dari menegakkan keadilan.
“Itulah mengapa pemerintah tidak boleh melakukan tindakan hukum di luar pengadilan. Jika ini sudah diputuskan tentu bisa juga digugat di PTUN, tapi ini preseden buruk. Sekali lagi pembubaran organisasi apapun haruslah lewat pengadilan. Ini negara hukum,” pungkasnya.
Tindakan pembubaran sepihak, lanjutnya hanya boleh dilakukan pemerintah jika memang aktivitas HTI secara terang-terangan sudah mengarah pada pemberontakan bersenjata, seperti membentuk pasukan untuk merebut kekuasaan.
“Kecuali HTI melakukan pemberontakan bersenjata seperti PKI, PRRI, Permesta, DI/TII,” imbuhnya.
Dirinya menambahkan, konsep khilafah yang digaungkan oleh HTI merupakan cita-cita utopis, yang sulit untuk diwujudkan. Sehingga ia menilai, konsep khilafah hanyalah sebatas ekspresi pemikiran yang kemerdekaannya dilindungi oleh konstitusi.
Veri juga mengatakan bahwa upaya penghukuman hanya berlaku jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain bukan pada pemikirannya. “Tapi kalau sebatas pikiran, cita-cita ideal, tak bisa dihukum. Kita tak bisa menghukum pikiran orang. Hukum dimanapun, termasuk dalam agama, hanya berlaku pada perbuatan,” tutupnya. (dd)