Pemerintah Impor Garam, Ulama Aktivis: Kebodohan yang Nyata

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Saat ini pemerintah sedang melakukan verifikasi jumlah stok dan jumlah kebutuhan konsumsi serta kebutuhan industri terhadap garam sebelum melakukan kebijakan impor.

Beberapa bulan terakhir memang terjadi kelangkaan garam akibat masih terjadinya hujan di daerah-daerah penghasil garam. Kondisi ini memaksa pemerintah melakukan impor garam.

Kelangkaan ini terjadi pertama kali sejak 2010. Imbasnya, harga garam melonjak hingga 10 kali lipat dari harga normal. Hal ini dikeluhkan oleh hampir semua masyarakat.

Hasanain Juaini, salah seorang ulama sekaligus menjabat sekretaris umum Nahdlatul Wathan (NW), menyayangkan hal ini. Dia menilai bahwa kondisi kelangkaan garam ini seharusnya bisa disikapi dengan sederhana, terutama apabila garam hanya untuk kebutuhan rumah tangga.

“Jadi, harga garam menjadi problem kalau kita berbisnis garam atau menekuni bisnis yang memerlukan bahan baku garam yang banyak, segera dan kontinu,” ungkapnya secara tertulis di akun sosial media resmi miliknya, Selasa (25/7/2017).

Sedangkan jika garam dibutuhkan hanya untuk konsumsi rumah tangga, maka warga tidak perlu menunggu kebijakan pemerintah mengimpor garam. Cukup dengan membuat garam sendiri.

Dia menerangkan langkah-langkah pembuatannya dengan sangat mudah, karena menurutnya memang semudah itulah pembuatan garam.

“Kalau sekadar untuk dipakai seharian ya tinggal ambil air laut satu atau dua galon dengan sepeda motor lalu letakkan di sebuah nampan atau bak terbuka dan biarkan airnya menguap sendiri. Dalam 4 atau lima hari, tinggal panen saja garamnya. Kalau kurang sabar, bisa juga dimasukkan di kuali dan masak sampai airnya habis, maka yang tertinggal adalah garam. Hati-hati jangan sampai gosong ya” jelasnya.

Dia juga menyinggung jika anak-anak muda ingin kreatif, bisa saja mereka patungan membeli air laut dengan truk tangki besar dan mengeringkan air laut tersebut menjadi garam secara mandiri.

Menurut Hasanain, pemerintah sebenarnya tidak perlu mengimpor garam jika masyarakat mau melakukan hal sederhana semacam ini. Baginya, impor garam adalah tindakan bodoh.

“Tetapi untuk sampai mengimpor garam, bagi saya adalah kebodohan yang nyata. Atau kemalasan yang keterlaluan. Merdeka…!” tutupnya.

Hasanain Juaini dikenal di kalangan ulama Indonesia sebagai ulama aktivis lingkungan. Dia memimpin pondok pesantren Nurul Haramain, Narmada, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Atas kerja kerasnya, dia diganjar berbagai penghargaan nasional dan internasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90