JAKARTA, SUARADEWAN.com – Pemerintah RI memastikan akan menuntut ganti rugi atas rusaknya delapan jenis terumbu karang seluas 1.200 meter persegi di Raja Ampat, Papua. Kerusakan itu diakibatkan oleh Kapal pesiar Inggris Caledonian Sky, yang berbobot hampir 4.300 ton, berlayar di perairan Raja Ampat saat mengantar penumpangnya pada 4 Maret lalu.
Menurut Deputi I Kemenko Maritim, Havas Oegreseno, terumbu karang di Papua itu merupakan karang yang sangat langka dan berharga, karena itu pemerintah memastikan akan menindaklanjuti persoalan ini hingga selesai. “Bukan cuma ganti rugi akibat kerusakan karang yang dibuat di Raja Ampat itu, karangnya itu karang yang sangat langka,” kata Havas di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Ketua Komisi IV DPR RI, Edhie Prabowo, secara moral peristiwa tidak menyenangkan ini menyakiti bangsa Indonesia. Sebab, terumbu karang yang menjadi salah satu daya tarik wisata telah dirusak begitu saja oleh kapal pesiar Inggris. “Butuh waktu lama untuk memperbaiki semua itu,” tegas politikus partai Gerindra ini.
Menurutnya, pihak pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), harus segera mengusut tuntas dan menindak tegas, bahkan meminta ganti rugi kepada perusahaan pemilik kapal tersebut. “Kalau ada nelayan Indonesia yang merusak terumbu karang saja ditangkap, apalagi ini. Kapal besar milik asing yang jelas-jelas kerusakannya sangat besar dan parah,” ungkap Edhie.
Karena itu, menurut Edhie, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, semua pihak mesti duduk bersama dan bersepakat mengambil sikap tegas dan melakukan pengawasan yang ketat.
Sementara itu, menurut Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Presiden, Prof. Anak Agung Banyu Perwita, ada dua kemungkinan yang menyebabkan kejadian ini terjadi. Pertama, karena kelalaian dari penjaga pelabuhan Sorong, yang tidak melakukan komunikasi dengan nahkoda kapal asing itu mengenai informasi kedalaman laut. Dan kedua, ada kemungkinan karena kapal milik perusahaan Inggris itu memang menganggap remeh wilayah teritorial Indonesia.
“Saya pikir ini masalah kekhilafan, kecerobohan, atau mungkin juga faktor menganggap remeh. Dalam undang-undang juga sudah diatur agar mereka membayar kerugian,” kata Prof. Anak Agung Banyu Perwita. (ZA)