JAKARTA, SUARADEWAN.com – Rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terus menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Dari pihak pemerintah, mengklaim memiliki cukup bukti terkait aktivitas dakwah HTI yang terindikasi bertentangan dengan empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut Menko Polhukam, Wiranto, konsep khilafah yang diusung HTI secara nyata bertujuan untuk mengubah Pancasila sebagai ideologi kebangsaan. Wiranto menjelaskan, dari kajian literatur yang telah dilakukan oleh pemerintah, disimpulkan bahwa konsep khilafah merupakan cita-cita politik yang bertujuan untuk meniadakan keberadaan negara bangsa.
“Di sini dari hasil pengamatan kita, hasil kita mempelajari berbagai literatur konsep khilafah, secara garis besar bersifat trans nasional, artinya apa berorientasi mentiadakan nation state, negara bangsa, untuk mendirikan pemerintahan Islam yang lebih luas lagi,” terangnya.
Oleh karena itu, pemerintah, sambung Wiranto tidak akan memberikan toleransi terhadap gerakan ataupun paham-paham yang bertujuan mengganggu stabilitas keamananan dan kedaulatan NKRI.
Sementara itu, pengamat politik dari Konsepindo Researc and Consulting, Veri Muchlis Arifuzzama, mengatakan, jika yang dimaksud oleh pemerintah adalah cita-cita ideal HTI mendirikan kerajaan Islam maka wajar jika dianggap makar. Namun dengan catatan, sebut Veri, pemerintah harus tetap membuktikannnya.
Veri menambahkan, pemerintah hanya berkewajiban mengambil tindakan hukum jika aktivitas dakwah HTI yang mengusung konsep khilafah sudah mengarah pada tindakan fisik, seperti gerakan separatis.
“Namun jika memang sudah berupa perbuatan dan mengarah pada pemberontakan bersenjata, membentuk pasukan, membentuk laskar untuk merebut kekuasaan dan dirikan kekhalifahan ya silakan tindak secara hukum: bawa ke pengadilan. Walau menurut saya sih itu utopia,” pungkasnya
Dirinya menjelaskan, secara konsep khilafah memang memiliki varian makna yang bisa ditafsirkan dari berbagai pendekatan. Namun, khilafah, sepanjang masih dalam tataran konsep dan tidak mengarah pada gerakan radikal, maka hal itu merupakan bagian dari kemerdekaan berpikir.
Menurutnya, sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, setiap warga negara memiliki kemerdekaan dalam berpikir, maka siapapun, termasuk pemerintah tidak boleh mengintervensinya.
“Tidak boleh menghukum pikiran dan cita-cita manusia. Sepanjang itu adalah pemikiran (khilafah), set back ke sejarah masa silam, terkagum dan inginkan kejayaan seperti masa kekhalifan, ya tidak melanggar,” tegasnya. (dd)