Pengamat Politik UIN: Radikalisme Tidak Tercermin dari Penampilan Fisik

Adi Prayitno, Pengamat Politik UIN Syarief Hidayatullah, dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh LSPI, Jumat (25/09)

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno berpendapat radikalisme tidak bisa hanya dilihat secara simbolik saja. Sebab, radikalisme menyangkut pada sikap dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan Pancasila.

Hal itu disampaikan Adi dalam diskusi virtual, “Radikalisme di Tubuh BUMN: Ilusi atau Fakta?” yang diselenggarakan Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI), Jumat (25/9/2020).

“Terlalu sederhana kalau melihat radikalisme hanya dari celana cingkrang dan jenggot atau good looking. Radikalisme itu bukan fisik, bukan bentuk, tapi menyangkut pada sikap, pola, dan tingkah laku yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi,” kata Adi.

Ia mengatakan, kelompok radikal memiliki orientasi kebangsaan yang bertentangan dengan NKRI dan Pancasila.

Berbicara radikalisme, lanjutnya, selalu diidentikkan dengan agama Islam. Namun menurutnya, radikalisme ada di setiap agama. “Harus diakui, kelompok Islam sering melakukan tindakan diskriminatif. Tapi ini bukan hanya dilakukan oleh Islam,” ujarnya.

“Kenapa Islam yang menonjol sikap fundamentalismenya? Karena Islam di Indonesia mayoritas,” imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Said Aqil Siradj (SAS) Institute M Imdadun Rahmat. Ia sepakat bahwa radikalisme dan intoleransi ada di setiap agama.

“Radikalisme dan intoleransi tidak hanya di Islam itu sudah pasti. Semua agama punya sejarah dan punya akar teologi yang melahirkan tindakan-tindakan terorisme, intoleransi, dan lain-lain,” pungkasnya.

Ditempat yang berbeda, Eggi Sudjana yang merupakan tokoh dari 212, mengatakan bahwa definisi radikalisme tidak jelas. Menurutnya, radikalisme merupakan satu ajaran yang mengakar atau diambil dari akarnya. Radikal diambil kata “radict” artinya suatu kondisi yang diambil dari akarnya.

“Kalau radikalisme berangkat dari pokok dasarnya, terus kalo kita menyebut islam radikal salahnya di mana? Karna radikal dalam islam itu tauhid. Laa ilaaha illa allah itu akar islam. Akarnya islam itu syahadat. Jadi definisi begini ada juga radikal di komunis. Pendapat Kalr Mark yang menafikan agama, itu radikalnya komunis. Radikalnya sekuler yaitu memisahkan urusan agama dengan negara,” ujar Eggy dalam kegiatan yang sama.

Lanjutnya, jadi radikalisme di BUMN Fakta, bukan ilusi. “Cuma radikalnya yang gimana?” tanya Eggy. (aw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90