JAKARTA, SUARADEWAN.com – Wali Kota Bandung periode 2013-2018 Ridwan Kamil yang kini resmi menjadi bakal calon Gubernur Jawa Barat periode 2018-2023, mendapat banyak cercaan. Cercaan tersebut datang pasca dirinya diusung oleh Partai NasDem.
Awalnya, Kang Emil (sapaan akrab Ridwan Kamil) berniat untuk maju melalui jalur independen. Tetapi pada Minggu, 19 Maret 2017, ia memilih menerima surat rekomendasi dari DPP Partai NasDem. Penyerahan ini sendiri berlangsung saat acara Deklarasi Pencalonan Ridwan Kamil di Monumen Bandung Lautan Api, Lapangan Tegallega, Kecamatan Regol, Kota Bandung.
Tahu bahwa pilihannya tersebut mendapat banyak cercaan, terutama dari pendukungnya yang menghendaki Kang Emil maju di jalur independen, ia pun memberi secerca alasan sekaligus jawaban terhadap banyak pertanyaan yang diajukan perihal pilihan politiknya tersebut.
“Banyak yang bertanya, kenapa? Jawabannya sangat multi dimensi,” tulis Ridwan Kamil melalui laman Facebook pribadinya.
Pertama, terang Kang Emil, menjadi Cagub itu resminya jika sudah mendaftar di KPUD. Dan dalam perjalanannya, tentu masih banyak belokan dan lika-liku.
“Bisa seperti tokoh-tokoh di Jakarta yang heboh-heboh di awal (tetapi) ternyata tidak jadi. Bisa seperti yang sudah dideklarasikan, eh bisa berubah di hari H-1 oleh nama baru,” terangnya.
Ia mengaku bahwa sebagai seorang (politisi) yang independen, dirinya harus bersikap menerima dengan baik aspirasi siapapun yang berniat baik untuk mendukungnya. Bahwa, bagi Kang Emil, adabnya berterima kasih ketimbang menolak yang terkesan sombong.
“Toh keputusan pastinya masih jauh. Esok lusa ada tambahan dukungan, ya ditunggu. Tidak juga, ya diterima saja takdirnya,” lanjut Ridwan Kamil.
Ketika banyak yang bertanya mengapa Ridwan Kamil memilih untuk diusung oleh Partai Nasdem, dan mengapa bukan partai-partai terdahulu yang sebelumnya mengusung dia di Pemilihan Wali Kota Bandung, ia beralasan bahwa dirinya sudah mengkomunikasikan itu tetapi tidak ada kepastian dari partai-partai yang bersangkutan.
“Karena partai-partai terdahulu, sudah dikomunikasikan, namun belum ada jawaban. Belum pasti juga mau. Dan masing-masing punya jadwal dan prosedur sendiri yang harus dihormati. Boro geer gede rasa pasti didukung, apek teh ternyata teu jadi?” jawabnya.
Terkait pilihan politiknya itu, Ridwan Kamil sadar bahwa selalu ada yang suka juga tidak suka. Dan hal ini, diakuinya, sudah dialami sebelumnya di tahun 2013 di mana setengah pertemanannya balik kanan karena dia maju Pilwakot dengan dukungan dari partai.
“Sedih? Iya. Tapi saat itu dilalui saja prosesnya dengan ikhlas. Dan dibuktikan dengan bekerja dengan maksimal saat terpilih jadi Wali Kota. Sebagian pertemanan itu tidak balik lagi,” kenangnya melanjutkan.
Memang, disadarinya kembali, janji Bandung memang belum beres. Meski demikian, pungkasnya, masih ada 2 tahun anggaran 2017 dan 2018 untuk dibelanjakan dalam rangka mengejar sisa mimpi itu.
Dan, kalaupun ternyata dirinya tidak terpilih menjadi Gubernur Jawa Barat, baginya sendiri tidak masalah. Justru ia mengaku bahagia karena bisa kembali kembali ke kehidupan terdahulunya.
“Saya mah bukan pengangguran. Tidak punya niat cari nafkah dari politik. Kembali jadi dosen dan arsitek adalah kebahagiaan yang kembali pulang,” tandas Ridwan Kamil.
Meskipun kini dirinya dan akan mendapat banyak cercaan berupa bullying, tegasnya kembali, itu adalah takdiran berpolitik.
“Tidak akan baper. Karena politik adalah cara memperjuangkan nilai dan cita-cita. Dan dalam prosesnya, tidaklah akan pernah, sampai kapan pun, menyenangkan semua orang. Tinggal karya dan pengabdian yang akan menjawab semua itu,” paparnya meyakinkan.
Di akhir statusnya, Ridwan Kamil tak lupa menegaskan bahwa hal-hal yang diungkapkannya di atas bukanlah hal yang wajib disetujui atau diperdebatkan.
“Hanya menceritakan dimensi-dimensi pertimbangan hari ini,” tutupnya. (ms)